REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dikisahkan bahwa Syaikh Dzun Nun Mishri rah.a, seorang ulama terkemuka pernah suatu hari berjalan di sebuah hutan dan bertemu dengan seorang pemuda yang baru saja tumbuh janggutnya. Pemuda itu terkejut, badannya gemetar dan wajahnya pucat ketika melihat Dzun Nun.
"Bahkan ia bersiap-siap untuk lari ketika melihatku," tulis Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al Kandahlawi dalam kitabnya Fadhilah Sedekah.
Melihat pemuda itu akan lari, Dzun Nun berkata, bahwa dia juga merupakan manusia biasa sama seperti dirinya. "Aku bukan jin atau makhluk halus, mengapa engkau takut kepadaku?"
Pemuda yang ditemuinya di hutan itu berkata." Justru manusialah yang paling aku takuti."
Dzun Nun mengikutinya, kemudian memintanya agar berhenti sebentar. Ketika ia telah berhenti dan bertanya bersama siapa dia tinggal, dan kenapa ia tidak tinggal di hutan sendirian.
"Apakah engkau tidak takut tinggal di tempat terpencil seperti ini," katanya.
Pemuda itu menjawab. " tidak, karena dia selalu bersamaku setiap saat," katanya.
Dzun Nun menyangka, bahwa yang pemuda katakan "dia" itu adalah temannya yang sedang pergi sebentar, maka dari itu Dzun Nun bertanya. "Di manakah dia?"
Pemuda itu menjawab. "Dia bersamaku setiap saat. Di hadir di mana-mana, di sebelah kananku, di sebelah kiriku, di belakang, dan di depanku, dia di belakangku, dan senantiasa bersamaku," katanya.
Dzun Nun kembali bertanya. "Di mana?"
Dia yang telah menanggung perbekalanku ketika aku dalam kandungan ibuku, juga telah menanggung perbekalanku ketika aku telah dewasa,"sahutnya.
Lalu Dzun Nun berkata. "Bagaimanapun juga, perbekalan makanan dan minuman tetap harus ada. Agar ada tenaga untuk tahajud. Berpuasa pada siang hari dan beribadah kepada Allah. Pikiran dan tubuh yang kuat dapat membantu untuk mengabdi kepada Allah," katanya.
Ketika Dzun Nun menekankan perlunya makan dan minum, ia pergi sambil melantunkan beberapa syair.
"Allah tidak memerlukan rumah, tidak pula harta. Bila ia pindah dari hutan ke bukit, hutan akan menangis karena berpisah dengannya. Ia tahan untuk bertahajud pada malam hari dan berpuasa pada siang hari. Ia selalu memahamkan nafsunya dengan berkata bersungguh-sungguhlah kamu dalam beribadah kepada Allah yang Maha Rahman. Jangan malu, karena itulah yang membuatmu terhormat."
Ketika ia berbicara kepada Rabbnya, air matanya mengalir membasahi pipinya itu dia berkata lagi.
"Ya Allah hatiku ingin melayang ke arahmu. Aku tidak berhasrat sedikitpun kepada istana surga yang terbuat dari Yaqut tempat para bidadari bidadari tinggal di dalamnya. Tidak pula taman-taman Aden, dan tidak pula buah-buahan. Hasratku yang terbesar adalah Memandang-Mu. kabulkanlah aku untuk memandang Wajah-Mu. Itulah satu-satunya anugerah yang dibanggakan."