REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seluruh sikap Rasulullah SAW adalah teladan yang mulia. Ahli fiqih dari Baghdad (1114 M-1200 M) Ibnu Al-Jauzi menyebut, pribadi Rasulullah merupakan ajaran akhlak yang bersumber pada kasih sayang.
Dalam kitab Shaid Al-Khathir, Imam ekh Ibnu Al-Jauzi menjelaskan bahwa barangsiapa yang ingin mengerti arti kasih sayang dan belas kasih, maka amatilah perjalanan hidup Rasulullah SAW. Sebab banyak hal yang dapat dipetik dari pribadi lembut Rasulullah.
Rasulullah SAW menyayangi dan mengasihi dirinya, bercanda dan bergaul dengan istri-istrinya, menerima dan memilih hal-hal yang elok dan indah (halalan thayyiban) dalam memilih makanan dan minuman yang paling tepat untuk dirinya. Seluruh sikap Nabi merupakan akhlak yang bersumber pada kasih sayang.
KH Faiz Syukron Ma’mun menjabarkan, jika dirunut secara psikologis, sosok Rasulullah SAW merupakan pribadi yang komplit. Beliau merupakan panutan dalam berbagai aspek. Maka ketika beliau meninggal, para istrinya bagaikan ditinggalkan pergi secara abadi oleh sosok seorang suami, teman karib, dan pencinta.
Tak ada jarak pembatas meskipun beliau adalah seorang Nabi dan Rasul. Samudera kasih sayang tercurah luas dari Rasulullah SAW dalam perangai akhlaknya yang disebarkan kepada semua manusia yang bersinggungan langsung dengannya ataupun tidak. Bahkan sebelum bertemu dengan siapapun umat Muslim di zaman kini, Nabi telah mengkhawatirkan umatnya jelang sakratul maut. Nabi berkata: “Umatku, umatku, umatku.”.