REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA
Warga Facebook dapat permainan baru. Avatar namanya. Banyak yang mencoba, termasuk beberapa ulama. Baik sebagai hiburan semata atau sekadar mengekspresikan diri dengan cara yang berbeda.
Banyak juga yang tak suka, karena dinilai sia-sia atau bahkan menjatuhkan muruah. Meski enggan mencoba, mereka tetap melihatnya sebagai sesuatu yang mubah.
Tapi ada yang ‘berani’ mengeluarkan fatwa: avatar adalah haram, bahkan dosa besar atau kabirah. Kita tidak tahu, mungkin ada juga yang ikut men-share fatwa itu, tapi diam-diam ikut mencoba karena rasa penasaran di dada yang terus menggoda.
Hukum melukis atau menggambar adalah masalah yang diperdebatkan ulama sejak lama. Mengkaji masalah seberat dan seluas ini dalam beberapa lembar tidaklah bisa.
Maka kita heran membaca artikel berjudul ‘Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk Bernyawa’ hanya dalam empat atau lima halaman saja. Semudah itukah mengupas tuntas dan memutuskan suatu permasalahan yang oleh para ulama dibahas dalam puluhan, bahkan ratusan halaman, lengkap dengan segala dalil dan argumentasinya?
Belum lagi, memasangkan hukum ‘tashwir’ kepada avatar yang tentu memiliki perbedaan dalam banyak hal dengan shurah? Apalagi sampai memvonis penggunanya akan diazab sangat berat di neraka?
Apakah mungkin seorang fesbuker yang niatnya menggunakan aplikasi itu hanya untuk menghibur diri langsung divonis mendapat azab paling berat begitu saja? Sejalankah ini dengan kasih sayang Allah SWT yang sangat luas kepada hamba-hamba-Nya?
Kepada yang ingin berfatwa, sebelum sampai pada kesimpulan bahwa menggunakan aplikasi avatar termasuk dosa besar dan penggunanya akan mendapat azab terberat di hari kiamat, ada baiknya mengkaji secara mendalam hal-hal berikut :
○ Apa pengertian shurah secara bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis)?
○ Menghimpun seluruh hadits sahih yang berkaitan dengan masalah ini. Perlu diketahui, bahwa meskipun hadits-hadits dalam satu permasalahan sama-sama sahih, tapi tidak menutup kemungkinan adanya tadharub (berbeda) substansi antara satu hadits dengan yang lain
○ Bagaimana para sahabat, tabi’in, dan perawi hadits memahami hadits yang mereka riwayatkan. Apakah mereka memahami keharaman itu secara mutlak atau dengan syarat-syarat tertentu.
Maka, mengkaji masalah seperti ini dengan melihat hadits-haditsnya dalam Shahih Bukhari-Muslim saja tidaklah cukup. Mesti dilihat bagaimana pemahaman dan pengamalan sahabat dan tabi’in dalam masalah ini. Kitab Mushannaf Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah menjadi rujukan yang tak boleh diabaikan.
○ Bagaimana perbedaan pendapat para ulama tentang shurah dalam pengertian gambar atau lukisan (ما لا ظل له) dan shurah dalam pengertian sesuatu yang berwujud atau tiga dimensi (ما له ظل)
○ Bagaimana perbedaan pendapat ulama tentang shurah (baik dalam pengertian lukisan datar maupun tiga dimensi) yang sempurna atau utuh (dimana kalau ditiupkan ruh maka ia akan hidup) dengan shurah yang tidak utuh. Dan, apakah ketidak-utuhan itu bisa dengan cara memotong bagian kepalanya saja atau bisa juga dengan memotong atau menghapus bagian-bagian lainnya
○ Bagaimana perbedaan pendapat ulama juga tentang shurah yang dihormati dan shurah yang tidak berpotensi dihormati (ممتهنة)
○ Poin yang paling penting adalah apakah larangan melukis atau menggambar tersebut bersifat ta’abbudi (tidak bisa dideteksi apa motif mengapa ia sampai diharamkan) atau mu’allal (bisa diketahui apa yang melatarbelakangi keharamannya)?
Kalau ternyata keharamannya mu’allal maka perlu dikaji apa saja ‘illah-nya? Dan, dari sekian banyak ‘illah, ‘illah mana yang mu’tabar (bisa jadi acuan)? Kalau ternyata keharaman ini bersifat mu’allal, tentu kaidah ushul yang sangat populer perlu jadi perhatian:
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
○ Tahapan yang tak boleh diabaikan adalah apakah keharaman shurah (jika kesimpulannya adalah haram) berlaku untuk masalah avatar atau tidak? Ini yang dimaksud dengan tahqi al-manath.
○ Kalaupun kesimpulan akhirnya adalah menggambar itu hukumnya haram, perlu dikaji juga apakah keharaman itu masih berlaku sampai hari ini ataukah mansukh? Dengan kata lain, apakah keharamannya lebih karena dekatnya masa itu (حديث عهد) dengan masa jahiliah, ataukah berlaku sampai kapanpun?
Semua ini, dan mungkin masih banyak lagi yang lain, mesti dikaji secara seksama untuk sampai pada kesimpulan bahwa aplikasi avatar adalah haram, dan penggunanya diancam dengan azab yang sangat berat di sisi Allah سبحانه وتعالى
Poin utama goresan seserhana ini adalah tidak apa-apa kalau pun seseorang sampai pada kesimpulan bahwa aplikasi avatar atau aplikasi lainnya yang serupa, hukumnya adalah haram, dengan syarat ia telah melakukan serangkaian kajian yang cukup panjang dan mungkin melelahkan agar ia terhindar dari bermudah-mudah dalam menetapkan sebuah hukum, apalagi yang terkait dengan nasib manusia di akhirat nanti yang kekal dan abadi
والله تعالى أعلم وأحكم
*Magister hadits Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.