REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amr bin Hisyam atau dijuluki Abu Jahal yang berarti bapak kebodohan adalah salah satu kaum kafir Quraisy yang paling memusuhi Nabi Muhammad. Hingga matinya, Abu Jahal tidak beriman kepada Allah dan Rasulullah serta ajaran yang dibawanya.
Ia mati terbunuh dalam perang Badar dengan kekafirannya. Abu Jahal pernah mengungkapkan tentang hal-hal yang menghalanginya beriman kepada Rasulullah dan ajaran yang dibawanya.
Semua itu tak lepas dari rasa persaingan dan permusuhan yang digelorakan klan Bani Makhzum dan silsilah diatasnya kepada silsilah dari bani Hasyim seperti bani Abdu Manaf dan bani Qushay. Abu Jahal berasal dari Bani Makhzum, sedangkan Nabi Muhammad berasal dari Bani Hasyim.
Abu Jahal mengungkapkan itu semua kepada Mughirah bin Syu'bah. Satu waktu, Mughirah bin Syu'bah dan Abu Jahal tengah menyusui jalan kota Makkah.
Keduanya kemudian bertemu Rasulullah. Kala itu Rasulullah pun menyeru pada Abu Jahal untuk mengikuti jalan Allah dan rasul-Nya.
Namun, Abu Jahal menolak seruan dan ajakan Nabi itu. Dan setelah Rasulullah pergi meninggalkan keduanya, Abu Jahal pun menyampaikan pada Mughirah bin Syu'bah tentang mengapa dirinya tak bisa beriman kepada Rasulullah.
"Demi Tuhan sebenarnya aku tahu apa yang dia (Rasulullah) katakan memang benar. Tapi ada satu hal yang menghalangiku dari mengimani dia, yaitu bahwa dulu Bani Qushay berkata 'kami memiliki hak Al Hijabah'. Kami pun menyahut, 'baik!' Lalu mereka berkata lagi: 'kami memiliki hak-hak As Siqayah'. Kami pun menyahut 'baik!'. Lalu mereka berkata lagi: 'kami memiliki hak An Nadwah. Kami pun menyahut 'baik!'. Lalu mereka berkata lagi: 'Kami memiliki hak Al Liwa'. Kami pun menyahut 'baik!'. Lalu mereka memberi makanan sebagaimana kami juga memberi makanan. Sampai ketika bahu kami bersentuhan (kedudukan yang setara), mereka berkata: 'Dari nabi ada seorang nabi'. Kalau itu maka demi Tuhan aku tidak akan menyetujuinya," (Sumber: Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia).
Dalam riwayat lain disebutkan Abu Jahal suatu saat berkata: "Kami sering berlomba untuk meraih kehormatan dengan Bani Abdu Manaf. Ketika mereka memberikan makanan, kami pun memberikan makanan, ketika mereka membuat barang perniagaan kami pun membuat barang perniagaan, ketika mereka memberi kami pun memberi. Sampai ketika bahu kami bersentuhan dan kami seperti kuda pacu, mereka berkata 'Dari kami ada seorang nabi yang mendapat wahyu dari langit'. Bagaimana mungkin kami akan mengakui itu? Demi Tuhan kami tidak akan pernah mau mendengar atau mempercayainya selamanya."