REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Rasulullah SAW merupakan sosok yang sempurna. Beliau adalah manusia ciptaan sebaik-baiknya yang pernah diciptakan Allah yang tidak akan pernah mungkin melakukan satu hal ini.
Dalam buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haikal dijelaskan, salah satu hal yang tidak akan pernah dilakukan Rasulullah SAW adalah berbohong. Bahkan sejak kecil, semasa anak-anak dan semasa mudanya, belum pernah beliau terbukti berdusta. Sehingga Nabi pun diberi gelar Al-Amin, yang dapat dipercaya.
Gelar itu bahkan diberikan ketika usia Rasulullah belum mencapai 25 tahun. Kejujuran beliau tidak perlu dibantahkan kembali di kalangan umum. Bahkan suatu hari sesudah kerasulannya, Rasulullah bertanya kepada orang Quraisy: “Araitum law akhbartukum anna khailan bisafahi hadzal-jabali akuntum tushaddiquniy?”. Yang artinya: “Bagaimana pendapatmu sekalian (wahai orang-orang Quraisy), bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda, percayakah kalian?”.
Orang-orang Quraisy pun menjawab: “Ya. Engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah (kami) melihat engkau berdusta,”. Begitulah kejujuran Rasulullah, bahkan pengakuan akan sikap jujurnya yang telah terpatri sejak kecil diakui oleh orang-orang Quraisy.
Sehingga, sosok yang sedari kecil telah dikenal sebagai pribadi yang jujur ini bagaimana orang-orang akan mempercayai bahwa ia mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan oleh Allah? Jelas, apa-apa yang disampaikan Rasulullah SAW merupakan pesan dari Allah SWT. Jika Rasulullah bohong atas nama Allah, maka Rasulullah hanya takut kepada manusia, tidak kepada Allah.
Justru sebaliknya lah, Rasulullah hanya akan takut kepada Allah SWT. Bahkan sebelum dirinya diangkat menjadi Nabi, tak pernah beliau lakukan sikap bohong walaupun sekali. Maka ketika Nabi diperolok kaum kafir bahwa ia hanya mengada-ada tentang ajaran yang dibawanya berasal dari Allah, hal itu jelaslah sebuah hal yang keliru.
Mereka yang sudah mempelajari jiwa Rasulullah SAW secara kuat akan mengetahui kemustahilan tudingan kaum kafir yang menganggap Rasulullah SAW membual tentang kebenaran yang ia bawa dari Allah. Nabi pernah berkata bahwa jika kaum Quraisy meletakkan matahari di sebelah kanannya dan meletakkan bulan di sebelah kirinya dengan maksud agar Nabi mau melepaskan tugasnya, maka bagaimana pula akan mengatakan sesuatu yang tidak diwahyukan Allah kepadanya?
Sehingga, mustahil bagi Rasulullah untuk berbohong. Kejujurannya teruji dalam aspek apapun. Sehingga dalam fase Makkah, Nabi terus mendapat siksaan dari berbagai aspek dari kaum kafir Quraisy yang menentang dakwahnya. Meski kaum kafir Quraisy sendiri pun sulit menerima di akal sehat mereka bahwa apa yang dikatakan Nabi sesungguhnya adalah benar.
Maka, kaum kafir masih saja memuja-muji berhala mereka sambil mengolok-olok Nabi yang dianggap ‘gila’. Nabi juga didera oleh badai fitnah, hal itu lantaran kaum kafir kerap membuat cerita palsu yang menyebut bahwa dewa-dewi atau berhala kaum kafir Quraisy sudah mendapat tempat sebagai perantara dalam ajaran Muhammad.
Fitnah tersebut tentu saja tidak memiliki dasar. Itu hanyalah kisah-kisah buatan oleh suatu golongan yang hendak melakukan tipu muslihat terhadap Islam yang mana terjadi di masa awal-awal Islam, yakni fase Makkah. Kaum kafir menistakan ajaran tauhid dan mencatut nama Nabi.
Nabi tidak pernah berbohong. Bahkan ketika beliau ditawari berbagai jabatan mewah, harta berlimpah, dan wanita-wanita cantik untuk dinikahi oleh petinggi kaum kafir Quraisy, nabi tetap menolak. Nabi menegaskan bahwa dakwah yang disampaikannya adalah titah Langit—Allah SWT. Hal itu beliau katakan dengan tegas di hadapan kaum kafir Quraisy yang kemudian membuat mereka murka dan terus mengganggu dakwah Nabi.