REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam tidak hanya mengatur aspek-aspek ritual, tetapi juga seluruh segi kehidupan manusia. Termasuk soal hukuman atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan seorang Muslim atas orang lain. Kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kejahatan diistilahkan sebagai jinayah.
Pembunuhan merupakan salah satu tindak kriminal yang berat hukumannya. Namun, bagaimana kalau pembunuhan terjadi atas dasar ketidaksengajaan?
Sebagai contoh, seseorang sedang melemparkan anak panah ke arah hewan buruan, tetapi anak panah itu justru menembus dada orang lain sehingga korban itu meninggal dunia.
Diriwayatkan Ibnu Hazm dari Salimah bin Nuaim, ia berkata, "Pada waktu Perang Yamamah, aku pernah membunuh seorang lelaki yang awalnya kukira ia kafir. Lantas, orang itu sempat berkata kepadaku, 'Ya Allah, sungguh aku ini Muslim dan terlepas dari ajaran yang dibawa Musailamah al-Kadzdzab (si nabi palsu).'
Kasus ini kuberi tahu kepada Umar. Akhirnya, Umar berkata, 'Engkau wajib membayar ganti rugi (diyat), yang harus engkau bayarkan bersama-sama dengan kaummu.'
Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa menerangkan kisah lainnya. Ada seorang lelaki dari Bani Saad bin Laits yang sedang mengendarai kudanya dengan kencang. Tiba-tiba, kaki kudanya itu menginjak jemari kaki seorang Muslim dari Suku Juhainah. Darah pun mengalir bercucuran dari luka tersebut. Akhirnya, lelaki itu meninggal dunia karena kehabisan darah
Kasus ini disampaikan kepada Umar.
"Apakah kalian berani bersumpah sebanyak 50 kali bahwa lelaki yang meninggal itu bukan meninggal karena terinjak kaki kuda?" tanya Umar kepada si pelaku dan kaum kerabatnya.
Mereka tidak mau angkat sumpah. Apalagi, si pelaku sudah menyatakan rasa penyesalan dan bersalahnya. Umar, bagaimanapun, terus mengulang-ulang pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali.
Akhirnya, dalam amar putusannya Umar membebankan separuh dari diyat kepada Bani Saad. Adapun separuhnya lagi mesti dibayarkan oleh penunggang kuda yakni si pelaku.