Jumat 04 Sep 2020 20:50 WIB

Sejak Kecil, Nabi Muhammad SAW Benci Perbuatan Syirik

Sejak masih berusia anak-anak, Nabi Muhammad SAW memiliki jiwa tauhid yang kuat

Rasulullah
Foto: Mgrol120
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para nabi dan rasul merupakan orang-orang pilihan yang dijaga Allah SWT dari kesalahan dan kesesatan. Mereka merupakan teladan bagi setiap manusia yang mengharapkan keselamatan, baik di dunia maupun akhirat.

Di antara mereka, Nabi Muhammad SAW merupakan sang khatamul anbiya. Beliau merupakan pemimpin umat manusia hingga akhir zaman.

Baca Juga

Beliau berasal dari keturunan yang terbaik sekalipun silsilahnya dirunut hingga manusia pertama, Nabi Adam AS. Hal itu ditegaskan dalam surah asy-Syu'ara ayat 219, yang berbunyi, “Wataqallubaka fii assaajidiin.”

Artinya, “Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.” Tafsiran Ibnu Abbas atas ayat tersebut ialah, Allah melihat perubahan gerak kejadian Nabi Muhammad SAW di tulang sulbi deretan manusia--sejak Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, hingga kedua orang tua beliau shalallahu ‘alaihi wasallam.

Ungkapan as-saajidiin dalam ayat tersebut menegaskan, Rasulullah SAW berasal dari keturunan orang-orang yang bersujud kepada Allah. Artinya, bukan golongan kafir.

Maka wajarlah, Nabi Muhammad SAW sejak masih berusia anak-anak membenci segala yang berbau menyekutukan Allah, termasuk perangai menyembah berhala.

Tak sekalipun dan tak sedikitpun beliau menaruh simpati pada tata cara ibadah kaum musyrik, apalagi mengikuti mereka.

Dikisahkan, suatu kali seseorang pernah menyuruh Muhammad SAW kecil untuk ikut ke tempat pemujaan berhala. Kontan saja, Muhammad kecil menolaknya.

Kisah ketegasan beliau saat masih seusia anak-anak dan remaja disampaikan Ibnul Jauzi dalam kitabnya, Al-Wafa. Suatu ketika, Ummu Aiman bercerita sebagai berikut.

"Orang-orang Quraisy mengagungkan suatu patung bernama Bawwanah. Berhala itu amat dipuja-puja mereka. Pemujanya sering menggunduli satu sisi kepala. Tak hanya itu, orang-orang musyrik itu juga kerap bermalam di dekat benda tak bernyawa itu bahkan hingga larut malam.

Ritual itu memang biasa terjadi sekali dalam setahun. Di antara peserta ritual tersebut adalah Abu Thalib.

Muhammad SAW kecil pernah diajak pamannya itu untuk menghadiri acara tahunan itu. Tawaran itu langsung ditolaknya."

Ummu Aiman mengenang, begitu mengetahui penolakan Muhammad kecil, Abu Thalib sempat kesal. Kemudian, bibi-bibinya berkata, “Kami mengkhawatirkan perbuatanmu itu menjauhi tuhan kami ini. Apa yang kau inginkan, wahai Muhammad? Engkau tidak menghadiri upacara ini dan tidak meramaikan acara mereka.”

Muhammad SAW kecil tak berkata apa-apa. Hanya kemudian pergi menjauh. Beberapa waktu kemudian, ia ingin kembali pulang, tetapi masih menyimpan kegelisahan dan rasa takut.

Bibi-bibinya kemudian bertanya, “Apakah yang terjadi padamu?”

“Aku takut,” jawab Muhammad.

“Allah tidak akan mengujimu dengan setan karena pada dirimu terdapat sifat-sifat baik. Lalu, apa yang engkau lihat?”

“Setiap aku melewati berhala, tampaklah olehku seorang laki-laki yang putih dan tinggi berteriak kepadaku, ‘Hati-hati, wahai Muhammad, jangan kau sentuh (berhala-berhala) itu!’” jelas Muhammad.

Demikianlah, tak sekalipun Muhammad SAW mendekati—apalagi menghadiri—ritual pemujaan berhala. Bahkan, ketika beliau masih kecil dan tentunya belum diangkat oleh Allah untuk menjadi utusan-Nya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement