REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT selalu memilih sosok nabi dengan karakter, moral dan jiwa yang terbaik. Karena Allah SWT Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan telah menetapkan takdir manusia sebelum mereka lahir. Mungkin saja Dia telah memilih para Nabi-Nya bahkan sebelum mereka hadir di dunia. Tidak terkecuali Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT menganugerahkan kepadanya karakter terbaik, salah satunya adalah toleransi yang luar biasa yang terwujud dalam kehidupan dan ajarannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Qalam ayat 4, "Dan sesungguhnya, kamu (Nabi Muhammad) berada di atas akhlak yang agung".
Selama 13 tahun pertama hidupnya di Makkah, dia dan para pengikutnya menghadapi banyak penganiayaan. Umat Islam tidak diperintahkan oleh Allah SWT untuk melawan. Karena faktanya mereka belum memiliki kekuatan militer mengingat jumlah pengikut yang masih sedikit tetapi secara bertahap meningkat.
Ketika penganiayaan kian meningkat, para sahabat meminta Nabi SAW untuk mengutuk mereka. Mendengar ini Nabi menjawab, "Aku tidak dikirim untuk mengutuk manusia tetapi untuk menjadi syafa'at bagi mereka." (HR Muslim)
Saat kelompok penentang memperlakukan Nabi Muhammad dan sahabat dengan tidak adil dan kejam, Nabi SAW selalu berdoa untuk mereka. Dia pernah memutuskan mengunjungi desa Ta'if, di timur Makkah, untuk mengundang penduduknya masuk Islam. Namun mereka menolaknya, melempari dia dengan batu, mengeluarkannya, dan membuatnya berdarah.
Malaikat Jibril pun sampai berkata, "Allah telah mendengar apa yang orang-orangmu katakan kepadamu dan bagaimana mereka menolakmu. Dia telah memerintahkan para malaikat pegunungan untuk mematuhi apa pun yang Anda perintahkan kepada mereka." Kemudian Malaikat pegunungan memanggilnya, menyapanya dan berkata, "Kirimkan saya untuk melakukan apa yang Anda inginkan. Jika Anda mau, saya akan menghancurkan mereka di antara dua gunung Makkah."
Nabi berkata, "Sebaliknya, aku berharap bahwa Allah akan memunculkan dari keturunan mereka orang-orang yang akan menyembah Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya." (HR Bukhari)
Pada masa awal dakwah di Makkah, kelompok yang menolak dakwah Nabi sering bersiul dan bertepuk tangan untuk mengganggu Nabi SAW yang sedang menunaikan sholat. Namun Nabi SAW tidak sekali pun menunjukkan amarahnya atas tindakan tersebut. Dia selalu memilih kebijakan toleransi dan menghindari konfrontasi.
Dalam satu contoh, ketika Nabi sedang sholat di Ka'bah ketika musuh-musuhnya mengawasi setiap gerakan dan tindakannya, salah satu musuhnya meletakkan usus unta yang disembelih di punggungnya saat sujud. Nabi tidak bereaksi dan tetap pada posisi itu. Putrinya, Fatimah, bergegas mengambil kotoran tersebut dan membersihkannya.
Kemudian, saat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hijrah ke Madinah, lagi-lagi karakter besarnya dalam berurusan dengan sahabat dan musuhnya kian terlihat. Di Madinah, umat Islam sedang dalam proses mendirikan negara Islam baru. Musuh-musuh mereka di Makkah bergegas berperang dan mengejar hingga Madinah.
Dalam pertempuran Uhud, ketika musuh dari Makkah menyerang umat Islam, Nabi Muhammad mengalami luka di kepala dan gigi depannya patah. Ketika darah mulai merembes dari kepalanya, dia mengusapnya sambil berkata:
"Jika setetes darahku jatuh ke bumi, orang-orang kafir itu akan dimusnahkan oleh Allah." Umar memberitahunya, Ya Rasulullah, Kutuklah mereka! Nabi menjawab, "Aku tidak dikirim (oleh Allah) untuk mengutuk. Aku dikirim sebagai rahmat." Kemudian dia berkata, "Ya Allah, Bimbing umatku." (Dishahihkan Al-Albani)
Dalam hadits riwayat Bukhari, Nabi pernah bersabda bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang membuat orang lain merasa aman. Nabi Muhammad mewujudkan kata-kata ini dengan tindakan dan tidak cepat membalas dendam atau menegur orang yang salah.
https://aboutislam.net/reading-islam/about-muhammad/prophet-muhammad-master-tolerance/