REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manzikert menjadi salah satu lokasi penting kehancuran Byzantium saat itu. Pada 26 Agustus hampir seribu tahun silam, negara Turki modern mulai berdiri di Asia Kecil yang saat itu dikuasai kekaisaran Romawi dengan agama Kristen.
Pada mulanya, di 1019, penulis sejarah sempat menggambarkan bagaimana kemunculan orang Turki saat itu memasuki Armenia, Anatolia Timur dan memerangi umat Kristen dengan pedang. Pascakejadian itu, di dekade setelahnya, Armenia diklaim hancur, ratusan ribu orang disebut sejarawan meninggal, selain dari adanya pendirian masjid yang cukup masif.
Banyak catatan sejarah yang juga menuliskan, jika otoritas suku Seljuk yang saat itu berkuasa, tidak puas atas perebutan Armenia. Sebaliknya, Seljuk disebut melintasi daratan Anatolia dan memasuki kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) dan memeranginya.
Kaisar saat itu, tepatnya pada 1068, Romanus Diogenes membuat keputusan untuk bertindak. Setahun berselang, dirinya berhasil mengumpulkan pasukan besar ke Asia kecil dan membebaskan banyak kota dari kedudukan Turki.
Mengutip Frontpage Magazine, Selasa (1/9), sultan Turki saat itu Muhammad bin Daud yang dikenal sebagai Arslan atau Heroic Lion, mendengar langkah dari Romanus. Alhasil, dirinya mengirimkan delegasi untuk berunding kepada Romanus dengan tujuan perdamaian.
Beberapa pihak diketahui menilai pengiriman delegasi itu sebagai bentuk untuk mengulur waktu, salah satunya oleh Michael Attaleiates, yang hadir saat itu. Sayang, inisiatif itu hanya membantu membangkitkan sang kaisar untuk bersemangat menuju berperang.
Romanus yang menolak utusan itu memaksa pihak Turki untuk datang dan bersujud padanya. Dirinya juga memerintahkan si delegasi untuk menginformasikan pada sultan bahwa tidak ada perjanjian, bahkan, pihak Turki dilarang kembali ke asalnya, sebelum tanah Islam diperlakukan sama oleh Byzantium. Singkat cerita, kedua pasukan akhirnya bertemu di dekat kota Manzikert, tepat di utara Danau Van.
Jumat, 26 Agustus 1071, perang pun mulai berkecamuk, kedua pihak mulai memainkan musik perang di medan perang. Sejarah mencatat, saat itu penunggang kuda Turki menggunakan formasi bulan sabit dan menyembunyikan jumlah mereka agar terlihat lebih sedikit. Penunggang kuda Turki mulai berjatuhan saat Romawi melemparkan anak panah, namun, pada akhirnya, kerumunan tentara dan pengendara kuda Romawi yang malah kalah dan mundur.
Romanus saat itu memang dikisahkan tidak gentar dalam memimpin pasukannya. Tetapi, Turki yang diuntungkan dari berbagai aspek, membuat pasukan Kristian tidak mampu menyudutkan Turki. Sebaliknya, Turki saat itu melakukan strategi ‘hit and run’.
Menjelang akhir perang di hari tersebut, Romanus memutuskan agar pasukannya kembali ke perkemahan. Selang kemudian, Turki masih melancarkan serangan dan berbagai kerusuhan kembali terjadi. Attaleiates mengenang, jika kejadian itu seperti gempa bumi dengan berbagai teriakan, darah dan ketakutan, disertai debu tebal.