REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang perempuan yang dijodohkan orang tuanya boleh memilih calon suami yang ditawarkan orang tuanya. Tidak benar wanita tidak boleh memilih dan tidak punya hak pilih untuk calon suami dan berdosa jika menolak dijodohkan dengan orang tidak disukai.
"Padahal tidak begitu. Nyatanya memang syariat memberikan ruang yang luas untuk wanita memilih siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya," kata Ustadz Ahmad Zarkasih saat diminta memberikan pendapatnya tentang hukum menolak dijodohkan.
Ustadz Ahmad mengatakan, dasar hukum anak perempuan boleh menolak dijodohkan dengan orang yang tidak dicintai berdasarkan hadits. Sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha meriwayatkan sebuah hadits yang ini direkam dalam beberapa kitab sunan (Ibnu Majah, al-Nasa’i, al-Daroquthni) termasuk musnadnya Imam Ahmad.
"Ada seorang wanita yang mengadu kepada Nabi perihal ayahnya yang menikahkannya secara paksa dengan lelaki yang ia benci. Rasul pun kemudian memanggil sang ayah dan memberikan pilihan kepada si wanita tersebut untuk membatalkan dan memilih siapa yang ia sukai. Lalu wanita tersebut menjawab: “Aku telah membolehkan apa yang dilakukan oleh ayahku, hanya kedatanganku kemari- aku ingin memberitahukan kepada wanita lain wanita juga punya hak!”
Ustadz Ahmad menuturkan, hadits ini jelas sekali memberikan informasi sekaligus penegasan wanita itu tidak hanya diam. Dia boleh memilih, menyeleksi, lalu menolak atau juga menerima siapa yang ia cinta dan menjadi ayah bagi anak-anak yang akan dilahirkannya nanti.
"Maka, aneh kalau kemudian banyak kalangan yang menakuti-nakuti wanita kalau menolak calon suami yang datang akan berdosa dan terjadi fitnah," katanya.
Padahal ketetapan ulama yang menjadi kesepakatan wanita itu punya hak pilih dan berhak menolak siapa yang tidak ia sukai. Kalau dikatakan fitnah dan berdosa, itu jika laki-laki yang ditolak olehnya adalah laki-laki yang sekufu (sepadan) dengannya.
Kalau yang datang bukanlah laki-laki sekufu, maka tidak ada dosa bagi si wanita. Justru kalau dipaksakan, maka yang memaksakan tersebut, baik itu orang tua, atau keluarga, telah berbuat kezaliman kepada anak perempuannya.
"Dan layak pihak tersebut mendapat dosa atas kezaliman tersebut," katanya.
Baca juga: