REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Abu Nuwas atau Abu Nawas adalah seorang penyair Islam termasyhur di era kejayaan Islam. Orang Indonesia begitu akrab dengan sosok Abu Nuwas lewat cerita-cerita humor bijak dan sufi. Sejatinya, penyair yang bernama lengkap Abu Nuwas al-Hasan bin Hini al-Hakami itu memang seorang humoris yang lihai dan cerdik dalam mengemas kritik berbungkus humor.
Diperkirakan, Abu Nuwas terlahir antara tahun 747 hingga 762 M. Ada yang menyebut, tanah kelahirannya di Damaskus, ada pula yang meyakini Abu Nuwas berasal dari Bursa. Versi lainnya menyebutkan dia lahir di Ahwaz. Yang jelas, Ayahnya bernama Hani seorang anggota tentara Marwan bin Muhammad atau Marwan I-Khalifah terakhir Dinasti Umayyah di Damaskus.
Sedangkan ibunya bernama Golban atau Jelleban seorang penenun yang berasal dari Persia. Sejak lahir hingga tutup usia, Abu Nuwas tak pernah bertemu dengan sang ayah. Ketika masih kecil, sang ibu menjualnya kepada seorang penjaga toko dari Yaman bernama, Sa'ad al-Yashira.
Abu Nuwas muda bekerja di toko grosir milik tuannya di Basra, Irak. Sejak remaja, otak Abu Nuwas yang encer menarik perhatian Walibah ibnu al-Hubab, seorang penulis puisi berambut pirang. Al-Hubab pun memutuskan untuk membeli dan membebaskan Abu Nuwas dari tuannya.
Sejak itu, Abu Nuwas pun terbebas dari statusnya sebagai budak belian. Al-Hubab pun mengajarinya teologi dan tata bahasa. Abu Nuwas juga diajari menulis puisi. Sejak itulah, Abu Nuwas begitu tertarik dengan dunia sastra. Ia kemudian banyak menimba ilmu dari seorang penyair Arab bernama Khalaf al-Ahmar di Kufah.
Setelah itu, dia hijrah ke Baghdad yang merupakan metropolis intelektual abad pertengahan di era kepemimpinan Khalifah Harun ar-Rasyid. Karier Abu Nuwas di dunia sastra mulai mencuat setelah kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui perantara musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nuwas akhirnya diangkat menjadi penyair istana (sya'irul bilad). Abu Nawas pun diangkat sebagai pendekar para penyair. Tugasnya menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.
Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi membuatnya menjadi seorang legenda. Namanya juga tercantum dalam dongeng 1001 malam. Meski sering ngocol, ia adalah sosok yang jujur. Tak heran, bila dia disejajarkan dengan tokoh-tokoh penting dalam khazanah keilmuan Islam. Kedekatannya dengan khalifah membuatnya berakhir di penjara. Suatu ketika, Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang membuat khalifah tersinggung dan murka.
Sejak mendekam di penjara, puisi-puisi Abu Nawas berubah menjadi religius. Kepongahan dan aroma kendi tuaknya meluntur, seiring dengan kepasrahannya kepada kekuasaan Allah. Syair-syairnya tentang pertobatan bisa dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa keagamaannya yang tinggi.
Sajak-sajak tobatnya bisa ditafsirkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Puisi serta syair yang diciptakannya menggambarkan perjalanan spiritualnya mencari hakikat Allah. Kehidupan rohaniahnya terbilang berliku dan mengharukan.
Setelah 'menemukan' Allah, inspirasi puisinya bukan lagi khamar, melainkan nilai-nilai ketuhanan. Di akhir hayatnya, ia menjalani hidup zuhud. Seperti tahun kelahirannya yang tak jelas, tahun kematiannya terdapat beragam versi antara 806 M hingga 814 M. Ia dimakamkan di Syunizi, jantung Kota Baghdad. Abu Nuwas adalah salah seorang sastrawan Arab terbesar.