REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang berkewajiban menjaga muru'ah dan perbawa (sifat luhur) serta sirah nabawiyah Muhammad? Kita, ummat Islam, yang sudah seharusnya berdiri di garda terdepan menjadi pembelanya. Karena apa? Karena Baginda Rasul sudah kita "kenal", jauh sebelum kita dilahirkan. Bahkan nama beliau sudah ada sebelum Nabi Adam AS diciptakan dan menjadi kekasih Allah SWT paling utama.
Bagaimana tidak, karena hanya namanya yang dengan amat mulia berdampingan dengan nama Allah SWT dalam untaian kalimat syahadatain. ''Asyhadu Anla Ilaaha IllaalLaah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah''. Adakah nama lain, selain nama agung Muhammad SAW yang berdampingan dengan nama Allah, Tuhan Penguasa Alam Semesta? Jawabannya: tidak ada. Titik. Sungguh mulia Nabi Muhammad dan sungguh berperbawa nama dan sosoknya yang ma'shum.
Belumlah seseorang disebut Muslim sejati bila hatinya tidak merasa terhina menyaksikan tindak kesewenang-wenangan terhadap nabi kita. Bahkan belumlah seseorang disebut beriman kalau kecintaannya kepada Baginda Rasul menempati ruang terluar dari jiwanya.
Beliau adalah kekasih kita yang sesungguhnya. Nama beliau telah tertanam jauh di lubuk hati kita, sejak kekuatan memori kita baru mulai berfungsi. Menyebut namanya, kita mendapatkan berkah dan pahala karena Allah dan para malaikat-Nya yang Kudus juga melakukan hal serupa. Perintah menyebut-nyebut nama Baginda Rasul, bahkan merupakan ajaran langsung dari Gusti Allah SWT karena beliau merupakan kekasih-Nya.
Kenapa kita harus membela? Karena melalui beberapa haditsnya, beliau memang telah menakdirkan kita untuk posisi tersebut. Pernah sekali waktu Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya.
Suatu saat kelak Beliau akan sangat menantikan saat-saat pertemuan dengan para kekasihnya. Para sahabat bertanya, siapa gerangan para kekasihnya itu? Bukankah beliau-beliau adalah para sahabat terdekat Rasulullah? Baginda Rasul dengan senyum mengembang menjawab; "kekasihku adalah orang-orang Islam yang datang setelahku, yang tidak pernah bertemu denganku tetapi mereka mengikuti jejakku.
Sedang kalian adalah para sahabatku." Maka hal ini terbukti benar dengan syariat yang dibawanya. Tak ada satu pun dari sunnah Rasul yang menjauhkan umat Islam dari dekapan cinta kasih Nabi Muhammad. Hak prerogatifnya dalam memberikan syafa'at setelah diizinkan Allah SWT, beliau peruntukkan bagi ummatnya, bahkan bagi mereka yang melakukan dosa-dosa kaba-ir.
Hingga kini, sejak pertama risalahnya turun ke dunia, tak terbilang berapa kali kita menyebut-nyebut namanya sebagai bukti nyata kecintaan kita kepada Baginda Rasul. Kalau jumlah umat Islam saat ini, minimal, 1 miliar saja, maka dalam sehari semalam nama Muhammad SAW akan berkumandang tak kurang dari 25 miliar kali. Itu pun kalau dalam sekali shalat kita menyebutnya 5 kali dalam lima kali tahiyyat ula.
Kalau dua tahiyyat? Kalau ditambah dengan shalat-shalat sunnah dan rawatib lainnya? Kalau ditambah pula dengan bacaan shalawat kepadanya? Lalu, siapakah yang mampu menyamai Baginda Rasul, hanya dalam persoalan penyebutan nama saja? Tak akan ada seorang pun di kolong langit ini yang namanya paling banyak disebut kecuali Baginda Rasul Muhammad SAW.
Tetapi, rahmah yang melekat pada diri Baginda Rasul, tetap tak lekang meski abad sudah berlari jauh, hatta terhadap mereka yang menggambar sosoknya dengan cara tidak adil sekalipun. Terhadap mereka yang tidak pernah mengenal Nabi Ummy ini, Rasulullah tetap memberikan keberkahan.
Bagi media yang memuat karikaturnya yang zalim itu, nilai-nilai mata uang tetap mengalir ke kantong pemilik media. Tetapi hikmah terbesar yang bergelagak setelah pemuatan karikatur penghina Rasulullah, justru datang kepada kita umat Islam. Kejadian ini telah mempertebal rasa cinta kasih kita kepadanya.
Peristiwa penghinaan Rasulullah SAW telah membuat hati bergetar keras, setelah sekian lama membeku. Skandal ini benar-benar telah menyadarkan semua umat Islam, bahwa nun jauh di sana, Nabi Muhammad selalu tersenyum menunggu kehadiran kita. Menyaksikan, siapa sebenarnya umatnya yang hirau kepadanya dan siapa yang tidak.
Baginda Rasul, sejatinya tidak benar-benar meninggalkan kita. Meski secara fisik klinis telah lama tiada, tetapi secara ruhani kita tetap berhubungan dengan beliau. Terbukti, dalam setiap tahiyyat, kita tak lupa menyampaikan salam kepadanya dengan sapaan, "Assalaamu 'alaika Ayyuhan Nabiyyu Wa Rahmatullahi Wa Barokaatuhu" (Keselamatan dan Rahmat serta Berkah Allah untukmu, bukan untuknya, wahai Baginda Nabi).
Mari buktikan cinta dan kasih kita kepadanya. Salah satu bukti paling ringan dari kecintaan seseorang kepada kekasihnya adalah dengan sesering mungkin menyebut namanya. Bila seseorang mendengar nama kekasihnya disebut-sebut, hatinya akan bergetar. Begitu pula seharusnya kita. Begitu nama Muhammad SAW disebut-sebut, maka hati kita bergetar.
*Naskah ini ditulis almarhum KH Hasyim Muzadi, dalam Harian Republika.