Jumat 31 Jul 2020 23:06 WIB

Dampingi dan Saksikan Istri Bersalin Menurut Syekh Qaradhawi

Tidak ada larangan dampingi dan saksikan istri melahirkan.

Tidak ada larangan dampingi dan saksikan istri melahirkan. Ilustrasi
Foto: Republika/Binti sholikah
Tidak ada larangan dampingi dan saksikan istri melahirkan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kehadiran suami saat istri melahirnya, kerap dianggap sebagai penyemangat bagi istri. Pertanyaannya bolehkah suami menyaksikan detik-detik istrinya melahirkan? 

Menurut Syekh Dr Yusuf al-Qaradhawi, dalam bukunya, Fatwa-fatwa Kontemporer, tak ada larangan syar'i bagi suami untuk ikut melihat atau hadir saat istrinya melahirkan. Dengan syarat, ia memang berkehendak (tidak dipaksa) dan adanya maslahat (kebaikan) untuk itu. Misalnya, ia hadir di ruang bersalin semata-mata demi meringankan beban istri nya, turut merasakan perasaan istrinya, juga untuk berdoa dan menenangkannya.

Baca Juga

Terkait hal ini, Syekh al-Qaradhawi mengaku, sempat berbincang dengan beberapa pria Muslim yang pernah menyaksikan sang istri melahirkan. Kebanyakan dari mereka tinggal di Eropa. "Mereka (para suami itu) bercerita pada saya bahwa kehadiran me reka sangat berpengaruh po sitif pada diri istrinya," katanya. Dengan ikut hadir di ruang bersalin, lanjut Syekh al-Qaradhawi, suami dapat melihat bagai mana perjuangan dan kesakitan yang dirasakan sang istri.

Dengan demikian, ia bisa tahu bagaimana pengorbanan ibundanya dahulu saat melahirkannya. Pengalaman menyaksikan langsung proses melahirkan juga bisa dijadikan bahan cerita kepada anak-anaknya kelak agar mereka dapat mengetahui bagai mana keutamaan dan kasih sa yang ibu kepada mereka.

Lantas, bagaimana hukum bagi suami menyaksikan proses melahirkan sang istri? Menurut Syekh al-Qaradhawi, hukumnya boleh-boleh saja (mubah). "Bukan termasuk wajib, sunnah, haram, atau makruh, kecuali karena itu mengakibatkan kerugian material atau spiritual, hukumnya jadi lain."

Memang ada beberapa rumah sakit, dengan alasan dan pertimbangan tertentu, melarang keha dir an suami saat istrinya melahirkan. Mungkin beberapa alasannya adalah karena suami dimung kinkan melihat kemaluan istrinya saat melahirkan. Sebagian kalangan, kata Syekh al-Qaradhawi, memang menganggap perbuatan ini makruh. Sebab, ada beberapa hadis yang melarang melakukan hal itu. "Padahal, sebenarnya hadits pelarangan itu tidak sah (tidak diterima)."

Sebaliknya, lanjut Syekh al-Qaradhawi, dalam hadits yang sahih banyak disebutkan tentang di bolehkannya seorang suami melihat kemaluan istrinya. Salah sa tu nya berdasarkan hadits yang me nyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mandi bersama istri-istri nya di dalam satu tempat. "Kiranya, bunyi hadits tersebut dapat menjawab perbedaan yang ada dan dapat menolak keraguan beberapa orang tentang masalah ini. 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement