Rabu 29 Jul 2020 12:53 WIB

Keluar Darah Saat Hamil, Bolehkah Sholat dan Puasa?

Ulama dari mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat darah yang keluar bukan darah haid

Rumah Sakit Azra mengadakan agenda kegiatan Senam Hamil Online menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meeting berbarengan dengan Live Instagram.
Foto: istimewa
Rumah Sakit Azra mengadakan agenda kegiatan Senam Hamil Online menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meeting berbarengan dengan Live Instagram.

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kondisi normal, perempuan hamil tidak mengalami menstruasi atau haid. Hanya, ada beberapa ibu hamil yang mengalami pendarahan saat kehamilan. Kasus ini ada kalanya terjadi pada trimester tertentu. Ada juga ibu hamil yang konsisten mengeluarkan darah hingga usia kehamilannya mencapai sembilan bulan.

Dikutip dari Shahih Fiqih Wanita karangan Syekh Muhammad Al Utsamain, sebenarnya tidak ada satu pun di dalam nash Alquran dan sunah yang mendalilkan bahwa perempuan hamil tak bisa haid. Menurut Shekh Al Utsmain, darah merupakan darah haid jika tanda-tandanya seperti pada darah yang keluar dari perempuan haid. Jika tidak ada sesuatu yang menunjukkan itu adalah haid, itu bukan merupakan darah haid. 

Ustazah Aini Aryani Lc dari Rumah Fiqih menjelaskan, para ulama berbeda pendapat mengenai  hal ini. Ulama dari mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa darah yang keluar selama kehamilan bukanlah darah haid, melainkan darah fasad (darah rusak) yang hukumnya sama dengan istihadhah sebab wanita hamil tidak bisa mengalami haid. Maka, saat keluar darah wanita hamil ini tetap wajib melaksanakan shalat dan puasa sebagaimana saat ia suci.

Sebagaimana yang disabdakan Nabi terhadap seorang lelaki yang hendak menikahi wanita hamil karena zina. "Dan wanita hamil (sebab zina) tidak boleh dijima sampai ia melahirkan, dan begitu pula yang tidak hamil, sampai ia mengalami haid." (HR Abu Dawud). Dari hadis di atas diketahui bahwa haid menjadi suatu sebab atas kosongnya rahim dari janin. Dengan demikian, maka kedua hal itu (hamil dan haid) tidak bisa dialami dalam satu waktu.

Ulama dari mazhab Maliki dan Syafi'i berpendapat bahwa wanita hamil bisa saja mengalami haid jika memenuhi syarat, seperti durasi, warna, maupun gejalanya. Misalnya, jika ada wanita hamil yang melihat darah keluar selama minimal sehari semalam dan warnanya kehitaman maka darah itu adalah haid. Ulama dari mazhab ini mengambil keumuman dalil dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Asiyah RA. "Darah haid itu dikenal dengan warnanya yang kehitaman. "(HR Abu Dawud).

Ada pula atsar dari Aisyah RA mengenai wanita hamil yang melihat keluarnya darah, Aisyah RA mengatakan, "Sesungguhnya wanita ini harus meninggalkan shalat." Dan hal ini menjadi ijma di kalangan penduduk Madinah.

Syekh Muhammad Al Utsamain pun menjelaskan, apa yang dikenakan atas perempuan haid yang tidak hamil juga dikenakan kepada perempuan haid yang hamil. Kecuali, pada masalah talak (cerai) dan idah (menunggu setelah diceraikan). Sebagaimana dikatakan, haram menceraikan perempuan yang wajib idah pada saat haid apabila dia tidak sedang hamil. Sementara, tidak haram menalak perempuan yang wajib beridah pada saat haid, apabila dia sedang hamil. Sebab, menalak perempuan yang tidak sedang hamil pada saat haid menyalahi firman Allah SWT. "Maka, hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka (menghadapi) idahnya."(QS ath-Thalaq:1).

Berikutnya adalah idah. Idah perempuan hamil tidak berakhir kecuali dengan melahirkan kandungan, baik dia haid maupun tidak. "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya."(QS ath-Thalaq:4). 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement