Rabu 22 Jul 2020 06:44 WIB

Rahasia Komunikasi Nabi Ibrahim AS yang Diabadikan Alquran 

Nabi Ibrahim AS menggunakan komunikasi terstruktur dalam dakwahnya.

Nabi Ibrahim AS menggunakan komunikasi terstruktur dalam dakwahnya. Ilustrasi dakwah
Foto:

Selanjutnya Nabi Ibrahim memberitahu ayahnya bahaya yang timbul akibat menaati bujukan setan yaitu berupa azab dari Allah. Oleh sebab itu ia  memperingatkan akan bahaya itu kepada ayahnya, bahwa akibat dari  menyembah berhala, maka  menjadikan kawan setan. 

Beberapa ayat ini peran Ibrahim sebagai pihak komunikator  sangat intensif sekali, dan di lain pihak bapaknya  sebagai komunikan. Sebagai konsekwensi dialog, lalu ayahnya berganti fungsi jadi komunikator. 

Dalam ayat itu ayahnya diilustrasikan sebagai tokoh antagonis yang kasar dan bengis. Mendengar ajakan dari Ibrahim yang panjang lebar, menambah bencinya sang ayah kepada anaknya, maka muncullah tuturan yang tidak melambangkan sebagai seorang bapak yang baik: 

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ ءَالِهَتِى يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ ۖ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ ۖ وَٱهْجُرْنِى مَلِيًّا

“Bapaknya berkata: Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (QS Maryam [19]: 46)

Ucapan orang tua Ibrahim ini dalam komunikasi interpersonal dinami feedback,  yaitu informasi yang diterima sebagai bentuk respons terhadap pesan yang telah dikirimkan. 

Respons ini bisa saja terjadi karena Ibrahim tak pernah lelah mengajak ayahnya untuk bertauhid. Lalu ayahnya jengkel dan tidak bisa mengendalikan emosinya, maka muncullah kata-kata : 'Lain lam tantahi la arjumannaka (awas kowe nek ra meneng ta balangi watu/ awas kamu kalau tidak diam saya lempari batu).'

Mekipun bapaknya mengancam dengan ancaman yang sangat keras, Ibrahim tetap hormat kepadanya dan ia bermaksud untuk memohonkan ampunan dari Allah swt. sebagai berikut:

قَالَ سَلَٰمٌ عَلَيْكَ ۖ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّىٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ بِى حَفِيًّا

“Ibrahim Berkata: Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia sangat baik kepadaku.” (Maryam [19]: 47)

photo
Sejumlah jamaah melaksanakan tawaf (mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali putaran) pada Rabu (11/9). Selepas musim haji, tak banyak lagi jamaah yang berada di Masjidil Haram. - (Republika/Syahruddin El-Fikri)

Begitulah ajaran Islam yang dicontohkan Ibrahim untuk tetap hormat kepada orang tua, sekalipun berlainan keyakinan. Sebagaimana juga diajarkan Luqman ketika menasihati anak keturunannya.

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Luqman: 15)

Dalam tema dialog tentang monoteisme ini didapati aneka variasi dialog. Adanya variasi ini disebabkan antara lain perbedaan konteks. Komunikasi interpersonal selalu berlangsung dalam sebuah konteks atau lingkungan dan etika yang mempengaruhi bentuk dan isi pesan yang akan disampaikan, makanya ada perbedaan gaya dialog Ibrahim dalam lingkungan yang berbeda-beda. 

Adapun 'ibrah /inspirasi atau pelajaran yang dapat diambil dari dialog-dialog di atas, bahwa dialog atau komunikasi akan berhasil jika masing-masing pihak yang berkomunikasi menyadari akan konsep diri dan etika berkomunikasi.

Dialog atau komunikasi interpersonal yang menggunakan pendekatan kekuasaan, otoriter, dan ancaman, tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan, malah akan menimbulkan masalah baru.

Selain itu, jika seseorang berkomunikasi dengan orang tua, sekalipun berbeda keyakinan, beda partai atau golongan, maka dialog atau komunikasi inerpersonal harus dilaksanakan secara sopan dan santun.

Demikian pula bagi para dā'i bahwa dakwah itu adalah ajakan, yang namanya ajakan itu harus penuh kearifan, dengan mencari simpati dan metode  bagaimana caranya agar para komunikan itu bisa berpegang teguh pada ajaran Islam. Wallāhu a’alam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement