REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Agenda besar umat Islam setelah Rasulullah SAW wafat adalah kodifikasi Alquran.
Yaitu mengumpulkan Alquran yang berserakan di beberapa media seperti kulit, batu, tulang, pelepah kurmak dan juga hafalan para sahabat. Umar bin Khattab yang pertama mengajukan proposal proyek ini kepada Khalifah Abu Abu Bakar dan sempat ditolak.
Ustadz Ahmad Sarwat, Lc MA dalam bukunya "Sejarah Alquran" mengatakan usulan itu ditolak mentah-mentah Abu Bakar karena tak ada perintah dari Nabi Muhammad semasa hidupnya.
Karena selama itu para sahabat tidak pernah mengerjakan tanpa ada persetujuan Rasulullah. "Alasannya sangat masuk akal, yaitu bahwa Nabi SAW tidak pernah memerintahkan, juga tidak pernah mencontohkan, bahkan juga sama sekali tidak pernah mengisyaratkan," kata Ustadz Ahmad.
Penolakan itu sangat maklum sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengerjakan suatu amalan. Karena para sahabat selalu meminta pendapat Nabi Muhammad ketika mengerjakan sesuatu. Proyek ini tak bisa dimintakan pendapat karena aginda Rasulullah SAW sudah tidak ada.
Namun meski ditolak akhirnya Abu Bakar menerima usulan mengumpulkan Alquran untuk dijadikan sebuah mushaf. Lalu berapa tahun pengerjaan proyek kodifikasi Alquran itu?
Ustadz Ahmad Sarwat mengatakan, proyek pengumpulan Alquran sampai menjadi mushaf tidak lama. Para sahabat hanya menghabiskan waktu dua tahun mengerjakan proyek itu. "Pengerjaan proyek itu selesai cukup singkat, hanya dua tahun saja sudah selesai," katanya.
Selesainya proyek itu bersamaan dengan wafatnya Abu Bakar dua tahun setelah beliau jadi khalifah Karena memang bukan menyalin ulang, sekadar menyusun puzzle yang gambar imaginernya sudah ada di dalam kepala para sahabat.
Bahkan secara teknis tiap hari mereka baca ulang secara rutin. Setiap khatam mereka ulangi lagi dari awal dan begitu berulang-ulang. Ketika Abu Bakar wafat, bundelan mushaf berjumlah 114 surat itu diserahkan kepada Umar bin Khattab.
Lalu disimpan putri Umar, Hafshah, yang juga berstatus ibunda mukminin, karena beliau adalah salah satu dari istri-istri Nabi SAW.
Selama 10 tahun mushaf itu tersimpan, tidak mengalami proses yang berarti, sekadar disimpan saja sebagai dokumen penting, hingga datang masa kepemimpinan Utsman bin Affan RA. "Sampai di sini, secara fisik mushaf Alquran masih belum berwujud buku seperti yang kita kenal sekarang," katanya.
Ustadz Ahmad memastikan bahwa pengumpulan Alquran yang dimaksud sebenarnya bukan mengarang Alquran, sebab Alquran sudah dihafal beribu sahabat semenjak masih bersama Nabi SAW. Juga bukan bagaimana menuliskan Alquran sebab Alquran pun sudah ditulis di masa kenabian, bahkan ada 43 penulis wahyu yang selalu menuliskan setiap wahyu yang turun.
Lalu apa spesifikasi dan detail dari proyek pengumpulan Alquran di masa Abu Bakar ini? Singkatnya adalah bagaimana mengumpulkan catatan-catatan tertulis Alquran yang diurutkan sebagaimana urutan aslinya di Lauhil Mahfudz sana, yang mana sudah turun ke langit dunia sebelumnya dengan urutan itu, namun ketika proses diturunkan ke muka bumi atau kepada Nabi Muhammad SAW, ternyata penurunannya dilakukan sepotong- sepotong dan secara acak.
"Spesifiknya adalah bagaimana mengumpulkan ribuan keping puzzle yang berserakan itu agar menjadi sebuah proyeksi gambar yang nyata," katanya.