REPUBLIKA.CO.ID, Syahdan pula, sekali waktu seorang Yahudi menemui Nabi Ibrahim. Kepada beliau disuguhkan penganan untuk santap buka puasa. Yahudi berumur tak kurang dari tujuh puluh tahun ini berharap Nabi Ibrahim berkenan menerima hadiahnya. Tetapi harapannya berubah menjadi tetasan air mata, karena Nabi Ibrahim mengatakan, ia baru akan menerima pemberian tersebut, kalau saja si Yahudi mau menerima dan memeluk agama haniif Nabi Ibrahim. Yahudi meninggalkan kediaman Nabi Ibrahim dengan kesedihan mendalam.
Tak lama, Malaikat Jibril AS, menemui Ibrahim. Tentu saja setelah beliau mendapatkan pesan langsung dari Allah. Diriwayatkan dalam hadits qudsi, Malaikat Jibril mengutip pesan Allah, "Hai kekasih-Ku, bagaimana mungkin engkau menolak pemberian Yahudi itu hanya karena berbeda agama denganmu. Saya tak pernah menghentikan aliran karunia-Ku kepadanya sepanjang tujuh puluh tahun, meski ia berbeda dengan jalanmu," demikian firman Allah yang dibisikkan Jibril kepada Ibrahim.
Menyadari apa yang telah terjadi, Nabi Ibrahim AS terguncang. Seperti ada ledakan mahadahsyat di dalam dadanya. Seperti sebuah gemuruh mahakuat berdentam di dalam jiwanya. Kekasih Tuhan yang dikenal sangat tabah dan penyabar , karena antara lain berbesar hati menerima amar Allah untuk mengurbankan putranya, Nabi Ismail AS, itu, menagis dengan suara bertenaga di dalam jiwanya.
Air matanya ibarat deburan ombak, menghentakkan inti jiwanya yang terdalam. Maka tanpa menunggu lama, segera Ibrahim mengejar si Yahudi. Kepadanya, disampaikan pesan dan wahyu yang baru saja ia terima dari Allah melalui Malaikat Jibril. Beliau meminta maaf atas tindakan yang sebenarnya Allah tidak berkenan menerimanya. Mendengar pengaduan tersebut, Yahudi menjawab, "Begitukah Tuhanmu memperlakukan manusia? Kalau demikian, aku berada di pihakmu,"
kata Yahudi sambil mengucapkan persaksian bahwa Allah SWT adalah Tuhannya. Kalau saja Nabi Ibrahim saja menangis, apalagi.!