Kamis 09 Jul 2020 22:02 WIB

Pengalaman Ustaz Shamsi Ali : Ketika Berhaji Jangan Sombong

Ada kerinduan untuk ke Tanah Suci dan menziarahi baginda Rasulullah di Madinah.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pengalaman Ustaz Shamsi Ali : Ketika Berhaji Jangan Sombong
Foto: dok. Pribadi
Pengalaman Ustaz Shamsi Ali : Ketika Berhaji Jangan Sombong

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Besar Masjid New York Ustaz Shamsi Ali melaksanakan ibadah haji kali pertama di tahun 1990. Saat itu dia masih berada di tahun ketiga Universitas Islam antar-Bangsa di Pakistan.

"Saya berangkat Haji sekaligus bekerja sebagai tenaga musiman bagi jamaah Haji Indonesia saat itu,"ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (9/7).

Sebagai mahasiswa berangkat ke tanah suci ibadah Haji adalah sesuatu yang sangat besar, menjadi impian semua mahasiswa. Ditambah lagi, mendapatkan pengalaman tambahan dengan bekerja sebagai temus (tenaga musiman) dengan gaji real yang cukup baik.

Satu hal yang tidak dapat Ustaz Shamsi lupakan dari haji pertama adalah karena haji tahun itu terjadi peristiwa terowongan Mina yang menewaskan ribuan jamaah. Diapun berada di sekitar lokasi ketika peristiwa itu terjadi.

Menengok kenangan di masa lalu, sebagai anak kampung berhaji adalah impian besar baginya. Ada sebentuk perasaan tidak biasa yang sulit dilukiskan dengan kata bagi Shamsi muda. "Antara bahagia, gembira, bangga, beruntung, seolah semua menyatu dalam perasaan ketika itu," jelas dia.

Tapi ada satu hal yang dirasakannya dan benar-benar tidak terukur dengan ekspresi kata. Ustaz berusia 52 tahun ini memiliki watak agak keras.

Ketika pertama kali masuk ke masjidil haram dan memandang Ka'bah, tanpa sadar dan tak tahu alasannya, tiba-tiba meneteskan airmata. Hatinya luluh seolah merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan selama ini.

Mengenang peristiwa berkesan ketika berhaji tentu terlalu banyak pengalaman menarik yang bisa disampaikan. "Saya masih ingat waktu pertama kali ziarah ke Jabal Nur. Ketika itu ada seorang jamaah dari Irian yang menantang berlomba naik ke Jabal Nur. Saya ini pendekar silat dan pernah juara nasional kejuaraan silat antarperguruan tinggi se-Indonesia. Jadi saya terlalu percaya diri untuk dapat menaiki gunung tersebut," tutur dia.

Ternyata, baru setengah perjalanan dia merasa kepala pusing dan akhirnya beristirahat dua hingga tiga kali. Sedangkan jamaah dari Irian yang berusia hampir 70 tahun itu dengan mudah menaiki gunung itu tanpa pernah berhenti.

Belakangan Ustaz Shamsi mulai menyadari ternyata selain karena memang malam sebelumnya kurang tidur. Paling penting ialah jangan pernah angkuh di tanah suci dan tetap bertawakkal kepada Allah dalam segala hal.

Tak hanya haji pertama yang berkesan, haji terakhir kali di tahun 2019 memiliki meninggalkan kesan tersendiri bagi Ustaz Shamsi. Ini karena menunaikan haji kesekian kali adalah untuk menunaikan ibadah haji khusus bagi ibundanya.

"Kebetulan saja haji tahun lalu bersamaan dengan bulan wafatnya Ibu saya di tahun 2007 yang lalu. Maka saya berangkat khusus untuk berhaji badal atas bama Ibu saya,"ujar dia.

Setelah haji terakhir ini, Ustaz Shamsi berharap setelah Saudi membuka bebas Makkah dan Madinah adalah untuk melakukan ibadah Umroh. Ada kerinduan untuk ke tanah suci dan menziarahi baginda Rasulullah di Madinah.

Meski demikian dia merasa prihatin dengan peristiwa Covid-19 yang menyebabkan ibadah haji tahun ini terkendala. Bahwa yang bisa melakukan ibadah haji hanya beberapa jamaah dari jamaah yang memang sudah mukim di Saudi Arabia.

"Harapan saya semoga corona segera berlalu dan kita kembali bisa beribadah, termasuk ibadah haji, secara normal," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement