Rabu 08 Jul 2020 15:40 WIB

Tiga Tingkatan Nasab Nabi Muhammad

Tingkat ketiga nasab Muhammad dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada Nabi Adam AS.

Tiga Tingkatan Nasab Nabi Muhammad
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Tiga Tingkatan Nasab Nabi Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasab Nabi Muhammad SAW dapat dibagi kepada tiga tingkatan. Tingkat pertama dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada Adnan.

Bagian ini disepakati oleh para sejarawan dan ahli nasab. Tingkat kedua dari Adnan sampai kepada Nabi Ibrahim AS. Sampai kepada Ibrahim AS nya disepakati, tapi perincian nasabnya terjadi perbedaan pendapat antara para sejarawan dan  ahli nasab.

Baca Juga

Tingkat ketiga dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada Nabi Adam AS. Rujukan untuk bagian ketiga ini umumnya dari para Ahli Kitab.

Nasab Nabi sampai kepada Adnan adalah sebagai berikut: Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muththalib (nama aslinya adalah Syaibah) ibn Hasyim (nama aslinya Amr) ibn Abdul Manaf (nama aslinya al-Mughirah) ibn Qushay (nama aslinya Zaid) ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr (nama julukannya Quraisy dan menjadi nama kabilah) ibn Malik ibn Nadhar (nama aslinya Qais) ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah (nama aslinya Amir) ibn Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma’ad ibn Adnan.

Dari Adnan sampai Nabi Ibrahim adalah sebagai berikut: Adnan ibn Hanaisa ibn Salaman ibn Aus ibn Bauz ibn Qumwal ibn Ubay ibn Awwam  ibn Nasyid ibn Haza ibn Baldas ibn Yadhaf ibn Thabikh ibn Jahim ibn Nahisy ibn Makhi ibn Aidh ibn Abqar ibn Ubaid ibn Da’a ibn Hamdan ibn Sinbar ibn Yatsrib ibn Yahzan ibn Yalhan ibn Ar’awi ibn Aidh ibn Daisyan ibn Aishar ibn Afnad ibn Aiham ibn Muqshir ibn Nahits ibn Zarih ibn Sumay ibn Muzay ibn Iwadhah ibn Iram ibn Qaidar ibn Ismail ibn Ibrahim.

Dari Nabi Ibrahim AS sampai Nabi Adam AS adalah sebagai berikut: Ibrahim ibn Tarah (Azar) ibn Nahur ibn Saru’ (Sarugh) ibn Ra’u ibn Falakh ibn Aibar ibn Syalakh ibn Arfakhsyad ibn Sam ibn Nuh ibn Lamk ibn Matusyalakh ibn Akhnukh (Idris) ibn Yard ibn Mahla’il ibn Qainan ibn Anusy ibn Syits ibn Adam. (Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri:ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 56-57)

Jika Nabi Muhammad SAW diberi nomor urut 1 maka Adnan jadi nomor 22. Jika Adnan diberi nomor urut 22 maka Nabi Ibrahim AS adalah nomor 62. Jika Nabi Ibrahim AS diberi nomor urut 62 maka Nabi Adam AS adalah nomor 81. Kalau dibalik Nabi Adam AS nomor 1 maka Nabi Muhammad SAW adalah nomor 81.

Nabi Muhammad SAW dari keluarga Bani Hasyim. Nama asli Hasyim adalah Amr (lahir tahun 464 M). Ia disebut Hasyim yang artinya si penumbuk roti karena suka menumbuk roti untuk dibuat tsarid (sejenis roti yang dimakan campur kuah) yang dibagikan untuk jamaah haji. Hasyim pemegang hak siqayah dan rifadah dari keluarga Bani Abdul Manaf. Siqayah adalah memberi minum jamaah haji, sedangkan rifadah adalah memberikan makanan.

Fatimah binti Sa’ad bin Sahl kawin dengan Kilab dan mempunyai anak bernama Zuhrah dan Qushay. Qaushayy (lahir tahun 400 M) seorang yang banyak harta dan jadi pemimpin Makkah. Setelah Qushayy berusia lanjut beberapa kewenangan yang ada di tangannya diserahkannya kepada anaknya yang tertua Abdud Dar, seperti memegang kunci Ka’bah, panji suku, membagi air minum dan makanan untuk jamaah haji. Di samping itu, Abdul Manaf (lahir tahun 430 M) adik Abdud Dar juga sudah tampil sebagai tokoh terpandang pada masyarakat Qurasy. 

Sepeninggal Abdud Dar, tugas itu diteruskan oleh anak-anaknya. Sementara itu, anak-anak Abdul Manaf seperti Hasyim, Abdus Syam, Muththalib dan Naufal sebenarnya memiliki kedudukan yang lebih dan terpendang di kalangan masyarakatnya.

Mereka sepakat mengambil pimpinan Makkah dari tangan sepupu-sepupu mereka. Menyikapi persaingan ini pihak Qurasy terbelah dua. Untuk mencegah terjadinya perang saudara akhirnya kewenangan dibagi. Keluarga Abdul Manaf dapat bagian mengurus persoalan air minum dan makanan untuk jamaah haji, sedangkan kunci Kabah, panji dan pimpinan rapat ditangan keluarga Abdud Dar.

Dalam perjalanan dagang ke Syam, Hasyim singgah di Madinah (Yatsrib) dan menikah di sana dengan Salma binti Amrdari Bani Adi ibn Najar dan menetap di sana beberapa waktu. Setelah itu Hasyim meneruskan perjalanannya ke Syam dan meninggalkan Salma di Madinah dalam keadaan hamil. Ternyata Hasyim meninggal di Gaza Palestina. Salma melahirkan seorang putera pada tahun 497 M dan diberi nama Syaibah. 

Salma mengasuh bayinya di rumah ayahnya di Yatsrib. Tidak seorangpun keluarga Bani Hasyim di Makkah yang mengetahuinya.

Tugas Hasyim sebagai pemberi minum dan makanan kepada jamaah haji diteruskan oleh saudaranya, Muththalib ibn Abdul Manaf yang dikenal dermawan. Ketiga Syaibah ibn Hasyim berumur 7 tahun barulah Muththalib mengetahui Syaibah adalah anak saudaranya.

Muththalib pergi ke Yatsrib menjemput kemenakannya tersebut. Setelah mendapat izin dari ibunya maka Syaibah dibawanya ke Makkah. Masyarakat Makkah mengira Syaibah adalah budak Muthalib sehingga mereka memanggilnya Abdul Muththalib (budaknya Muththalib). Walaupun sudah dijelaskan oleh Muththalib bahwa Syaibah bukan budaknya tapi anak saudaranya Hasyim, tetapi nama itu tetap melekat dan Syaibah populer dengan sebutan Abdul Muththalib dan tinggal dengan pamannya sampai dewasa.

Muththalib meninggal di Yaman. Posisinya digantikan oleh kemenakannya Abdul Muththalib dan dia berhasil tampil sebagai pemimpin suku Quraisy yang disegani. Abdul Muththalib punya sepuluh anak laki-laki yaitu Harits, Zubair,  Abu Thalib,  Abdullah (lahir tahun 545 M), Hamzah, Abu Lahab, Ghaidaq. Muqawwim, Dhirar dan Abbas. (Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, hlm. 32-34 dan ar-Rahiq al-Makhtum hal. 57-58)

Tatkala puteranya masih satu orang, Abdul Muththalib bernazar jika dapat sepuluh orang anak laki-laki, salah seorangnya akan dia korbankan. Setelah anak laki-lakinya berjumlah sepuluh orang,maka nazar itu dia laksanakan. Dia mengundi dari sepuluh anaknya tersebut siapa yang akan dikorbankan.

Undian jatuh kepada Abdullah, anak yang paling tampan dan paling disayanginya. Lalu dia membimbing Abdullah menuju Ka’bah sambil membawa sebilah parang untuk menyembelihnya. Orang-orang Qurasy yang melihatnya berusaha mencegah, lebih-lebih paman-pamannya dari Bani Makhzum.

Saudaranya Abu Thalib juga mencegah bapaknya. Akhirnya mereka meminta pertimbangan kepada seorang dukun. Dukun itu menyarankan supaya diundi antara Abdulllah dan 10 ekor onta. Dua anak panah disiapkan untuk undian. Yang satu pada batangnya ditulis nama Abdullah, dan pada yang satu lagi ditulis 10 ekor onta. Lalu dicabut salah satunya. Ternyata yang tercabut tetap nama Abdullah. Lalu anak panah yang satu lagi diganti dengan anak panah yang bertuliskan 20 ekor onta, kemudian dicabut kembali.

Ternyata yang tercabut tetap nama Abdullah. Hal yang sama dilakukan berulang kali dengan menambah 10 ekor setiap kali diulang. Akhirnya pada angka 100 ekor onta, barulah nama Abdullah tidak lagi tercabut. Akhirnya 100 ekor onta disembelih sebagai tebusan nazar Abdul Muththalib.

Nabi SAW pernah bersabda: “Aku adalah anak dari dua kurban”. Yang beliau maksud adalah Ismail AS dan ayah beliau Abdullah.”

Setelah berumur 24 tahun, Abdullah menikah dengan Aminah binti Wahab ibn Abdul Manaf ibn Kilab. Aminah dikenal sebagai seorang perempuan dengan nasab dan martabat paling mulia di tengah-tengah suku Quraisy. Ayahnya adalah pemuka Bani Zuhrah. (ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 62).

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/07/08/nabi-muhammad-saw-3-nasabnya/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement