REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Di Indonesia umumnya ketika berqurban ada yang ingin berqurban di daerah jauh seperti di Papua dan desa terpencil lainnya.
Alasannya karena harga kambing di sana cukup murah sekitar Rp 1 juta Rp 5 ratus ribu.
Memang jika dibandingkan harga kambing di jakarta yang harganya mencapai Rp 3 jutaan. Tentu banyak yang ingin berqurban dengan harga yang murah di pedesaan. Sebab dia bisa dapat dua ekor kambing dengan uang Rp 3 juta. Lalu mana yang afdhal dari kedua hal ini?
Ustadz Muhammad Ajib, dalam bukunya "Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi’i" menuturkan, menurut Mazhab Syafi’i, yang utama adalah semakin mahal harga hewan maka qurbannya semakin utama.
Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan: "Sungguh Imam Syafi'i telah berkata: ‘Hewan qurban yang mahal harganya lebih utama dari pada qurban dengan jumlah tertentu namun murah harganya."
Selain itu menurut para ulama Mazhab Syafi’i hewan yang bagus untuk dijadikan qurban adalah yang warnanya putih, kemudian kuning, kemudian yang putihnya samar samar, kemudian yang belang (hitam putih) baru terakhir hewan yang hitam.
Nabi SAW berqurban dengan kambing yang berwarna putih. "Warna putih lebih afdhal dari pada hitam sebab Nabi SAW berqurban dengan dua ekor kambing amlahain. Amlahain maksudnya adalah yang putih."
Kemudian, mMembeli hewan qurban mesti yang memiliki bentuk fisik bagus (gemuk) sangat dianjurkan, dibanding berqurban dengan hewan yang kurus apalagi cacat. "Dianjurkan berqurban dengan hewan yang gemuk," tulis Imam An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab.