REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang tak kenal dengan Umar bin Abdul Aziz. Selain dikenal sebagai khalifah adil dia juga dikenal dengan kezuhudannya. Bahkan dia didapuk sebagai satu-satunya khalifah yang kesalehan dan keadilannya disederajatkan dengan khulafaurrasyidin.
Menurut Anas bin Malik, cara sholat Umar bin Abdul Aziz sama dengan cara shalat Nabi Muhammad SAW.
Dikisahkan, ketika diberi amanah jabatan khalifah (raja) oleh Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz justru bersedih hati.
Dia menggigil karena membayangkan bahwa jabatan seorang khalifah sejati tidak terlepas dari kesukaran dan tanggung jawab.
Suatu ketika, setelah menjabat, Umar bin Abdul Aziz diketahui sedang menangis di dekat istrinya, Fatimah. Ketika ditanya mengapa menangis, dia menjawab:
"Ya Fatimah! Saya telah dijadikan penguasa atas kaum Muslimin dan orang asing dan saya memikirkan nasib kaum miskin yang sedang kelaparan, kaum telanjang dan sengsara, kaum tertindas yang sedang mengalami cobaan berat, kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua renta yang patut diberi hormat, orang yang punya keluarga besar tetapi penghasilannya sedikit, serta orang-orang dalam keadaan serupa di negara-negara di dunia dan propinsi-propinsi yang jauh. Saya merasa bahwa Tuhanku akan bertanya tentang mereka pada Hari Kebangkitan dan saya takut bahwa pembelaan diri yang bagaimanapun tidak akan berguna bagi saya. Lalu saya menangis!"
Sepenggal kisah yang dikutip Syekh Mohd Iqbal dalam Misi Islam (Gunung Jati Jakarta, 1982) itu, hanyalah salah satu dari sekian cerita kesalehan Umar.
Kisah paling populer tentangnya adalah ketika mematikan lampu fasilitas negara saat anaknya datang untuk urusah pribadi. Dia tidak mau menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan diri dan keluarganya.
Umar bin Abdul Azizadalah salah satu profil teladan pemimpin umat. Simak kembali secara cermat alasannya menangis dekat istrinya. Dia sadar, urusan lahiriah dan batiniah umat menjadi tanggung jawabnya. Dia pun sadar, jabatan adalah amanah sekaligus "cobaan kenikmatan" yang sangat berat.
Jabatan bukanlah peluang untuk memperkaya diri dan menindas bawahan atau rakyat, tapi justru ada beban di dalamnya untuk melindungi dan menyejahterakan umat. Bagaimana dengan kita saat mendapatkan jabatan?