REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh sumber karunia dan rezeki yang manusia rasakan berasal dari Allah SWT. Allah Sang Mahapemilik memiliki kesukaan berderma kepada makhluk-Nya, namun demikian Allah menahan karunia dan kedermawanan-Nya kepada manusia di waktu-waktu tertentu.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya berjudul Menjadi Ahli Ibadah yang Kaya menjelaskan, terdapat alasan kemungkinan mengapa karunia dan rezeki Allah kepada manusia tidak sampai. Yakni hal itu disebabkan akibat manusia itu sendirilah yang menghalangi jalan kemaslahatannya sehingga manusia merintangi sampainya karunia tersebut.
Manusia menjadi aral dan rintangan jalannya karunia kepadanya. Dan mayoritas yang terjadi adalah kemungkinan yang satu ini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, sebab Allah SWT telah menetapkan apa yang ada di sisi-Nya tidak bisa diraih kecuali dengan ketaatan manusia kepada-Nya.
Begitu juga ketika Allah memberikan nikmat kepada manusia dan menariknya kembali, maka sesungguhnya Allah tidak menarik nikmat itu karena kebakhilan atau untuk memonopoli nikmat tersebut bagi diri-Nya. Allah menarik rezeki, nikmat, dan karunia itu diakibatkan oleh perlakuan manusia itu sendiri.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Asy-Syura ayat 30 berbunyi: “Wa maa ashobakum mushibatin fabima kasabat aydiykum wa ya’fu an katsirin,”. Yang artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu),”.