REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak sekali masalah yang timbul akibat urusan utang piutang. Oleh karena itu, umat Islam sangat penting mengetahui ilmu dan adab-adab berutang agar tidak menimbulkan kemudaratan.
Terdapat beberapa hadits yang menyatakan anjuran untuk memberikan pinjaman sukarela tanpa mengharapkan imbalan atau mendapatkan keuntungan. Ustadz Muhammad Abdul Wahab Lc dalam buku Berilmu Sebelum Berhutang yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan pahala memberi utang dan sedekah.
"Ibnu Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, tidaklah seorang Muslim yang meminjamkan Muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah." (HR Ibnu Majjah).
Ustadz Wahab menerangkan, pada hadits tersebut Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa pahala dua kali mengutangkan sama dengan pahala satu kali sedekah. Dari situ dapat dipahami bahwa pahala sedekah lebih besar daripada pahala mengutangkan.
Menurut dia, hal tersebut masuk akal sebab orang yang menyedekahkan hartanya pada umumnya tidak mengharapkan pengembalian karena ikhlas begitu saja. "Sedangkan, orang yang mengutangkan tentu berharap harta yang diutangkannya itu akan dikembalikan di kemudian waktu," ujarnya.
Namun, dalam kesempatan lain Rasulullah menemukan kenyataan berbeda. Ketika Nabi melaksanakan Isra Mi'raj, Nabi sempat diajak jalan-jalan ke surga. Di salah satu pintu surga, Nabi menemukan sebuah tulisan yang terasa agak janggal.
Isi tulisan tersebut bertentangan dengan apa yang selama ini Nabi ketahui bahwa pahala sedekah lebih besar daripada pahala mengutangkan. Tulisan tersebut malah menyatakan sebaliknya. Nabi pun heran dan langsung menanyakan hal tersebut kepada Malaikat Jibril.
"Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda, aku melihat pada waktu malam diisrakan, pada pintu surga tertulis, sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali. Aku bertanya, wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah? Ia menjawab, karena peminta meminta sesuatu, padahal ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan." (HR Ibnu Majjah).
Ustadz Wahab menjelaskan, dalam hadits tersebut Malaikat Jibril menjelaskan bahwa bisa jadi pinjaman yang diberikan kepada orang yang sedang membutuhkan lebih besar pahalanya daripada pahala sedekah. Sebab, orang yang meminjam biasanya dalam keadaan butuh sehingga pinjaman yang kita berikan lebih tepat guna.
Sementara itu, terkait sedekah, bisa jadi orang yang meminta-minta sedekah itu bukan orang miskin atau sedang dalam keadaan butuh. Bahkan, dalam beberapa kasus, pengemis yang meminta-minta di jalanan di kota-kota besar yang pakaiannya terlihat lusuh, compang-camping, ada yang membawa anak kecil yang tertidur atau mungkin sengaja dibuat tidur, ternyata di kampung halamannya punya rumah mewah lengkap dengan kolam renang. Memang pada dasarnya beberapa pengemis di lampu merah itu tidak mengemis karena terpaksa, tetapi sudah menjadi profesi dan memang passion-nya dalam bidang itu.
"Sehingga masuk akal jika dalam hadits di atas dikatakan bahwa pahala meminjamkan kadang-kadang lebih besar dari pahala sedekah," ujarnya.