Jumat 19 Jun 2020 18:56 WIB

Cara Bersuci dengan TIga Kali Usapan Batu

Selain air bersih, batu bisa menjadi alat untuk bersuci.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Cara Bersuci dengan TIga Kali Usapan Batu. Foto ilustrasi: Aliran sungai
Foto: Mahmud Muhyidin
Cara Bersuci dengan TIga Kali Usapan Batu. Foto ilustrasi: Aliran sungai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Istinja atau bersuci dengan membersihkan kotoran usai buang air besar merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Air bersih menjadi salah satu alat yang digunakan untuk istinja tersebut.

Dalil tentang tata cara tersebut dapat ditemukan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi, Anas bin Malik RA. Dia berkata, "Rasulullah SAW masuk ke tempat buang hajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air dan satu tombak kecil, lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu," (HR Bukhari-Muslim).

Baca Juga

Namun, jika tidak ada air bersih, alat bersuci yang bisa dijadikan pilihan berikutnya adalah batu atau benda sejenisnya yang bersih dan suci.

Sementara, dalil tentang bersuci menggunakan batu diungkapkan oleh Nabi SAW dalam sabdanya, "Apabila salah seorang di antara kamu pergi ke tempat buang hajat besar, maka bersihkanlah dengan menggunakan tiga batu karena sesungguhnya dengan tiga batu itu bisa membersihkannya," (HR Ahmad, Nasa'i, dan Abu Dawud).

Sementara untuk caranya, menurut pendapat Imam Syafi'i adalah dengan tiga kali usapan. Dan yang dijadikan landasan adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA.

"Bahwa Nabi memerintahkan untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan potongan tulang."

Selain itu juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah serta Abu Awanah dan Asy-syafi'i dari Abu Hurairah dengan lafadz sebagai berikut.

"Hendaklah salah seorang di antara kalian beristinja dengan menggunakan tiga batu."

Kedua nash di atas kata Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Fiqih Wanita secara jelas menyebutkan, bahwa memenuhi tiga usapan merupakan hal yang wajib. Sementara dalam masalah ini masih terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama.

Imam Asy Syafi'i mengatakan: "Tidak boleh kurang dari tiga batu meskipun dengan menggunakan atas selain batu. Apabila tidak sampai tiga batu, maka harus menambahkan ya sampai berjumlah tiga.

"Sedangkan apabila lebih dari tiga, maka disunahkan untuk menutupinya dengan angka ganjil," katanya.

Sementara Abu Hanifah mengatakan: "Yang disunnahkan adalah bersuci dan tidak disunnahkan untuk melakukannya dengan jumlah ganjil." Dalam mentakwilkan hadits mengenai jumlah ganjil ini Abu Hanifah berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan kata ganjil adalah melakukannya sebanyak tiga kali.

Selanjutnya Abu Hanifah mengatakan: Digunakan bersuci dengan menggunakan air. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khattab r.a. bahwa Rasulullah berwudhu dengan menggunakan air pada bagian bawah kainnya". Mengenai hadits ini Syekh Kamil Muhammad Uwaidah berpendapat bahwa pengertian wudhu dimaksud adalah mencucikan dan membersihkannya.

"Demikian itulah yang menjadi pendapat para ulama secara umum," kata Syekh Kamil.

Sedangkan kata Syekh Kamil, Imam Malik berpendapat bahwa yang wajib adalah bersuci, meskipun dengan menggunakan pecahan-pecahan dari sebuah batu.

Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: "Bersuci dari buang air besar itu dilakukan sebanyak tiga kali. Seandainya dengan satu atau dua cucian saja wujud najis itu telah hilang, maka tetap diharuskan untuk melakukan cucian yang ketiga.

Sedangkan istinja dengan menggunakan batu apabila dengan tiga batu telah bersih maka tidak harus ditambah.  Sebaiknya kamu apabila belum bersih, maka harus menggunakan batu yang keempat.

"Apabila dengan keempat batu itu telah berisi, maka tidak harus ditambah," kata Syekh Kamil.

Namun, disunahkan untuk menutupinya dengan bilangan ganjil, yaitu itu batu yang kelima. Apabila dengan keempat batu itu belum bersih, maka harus menggunakan batu yang kelima dan apabila telah berisi, maka tidak harus ditambahkan.

Demikian seterusnya mengenai batu tambahan yaitu apabila kebersihan telah dicapai dengan bilangan ganjil, maka tidak perlu ditambah. Tetapi apabila masih belum bersih, maka harus ditambah sampai bersih dan disunahkan diakhiri dengan bilangan ganjil. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement