REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu keistimewaan manusia adalah ia disebut sebagai "Hayawanun Naatiq", makhluk yang dianugerahi oleh pencipta memiliki lisan. Dari lisan inilah meluncur rangkaian kata yang menggambarkan pribadi seseorang, lisanmu adalah kualitasmu.
"Lisan adalah karunia Allah yang demikian besar," kata Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi saat menyampaikan kajian virtualnya, Jumat (12/6).
Habib Abdurraham mengatakan nikmat ini harus disyukuri dengan kesyukuran yang mulia. Caranya adalah menggunakan lisan dengan tutur terpuji. Berpikir sebelum berucap adalah akhlaq seorang Mu'min, karena lisanmu sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula.
Berkata benar dan tulus adalah karakter orang beriman. Hal itu kata Habib Abdurrahman seperti diperintahkan Allah dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 70 yang artinya. "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”
Menurutnya, dua orang sahabat yang penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa terpisahkan sebab lisan. Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dengan cepat saling memusuhi karena lisan.
Abu Hatim pernah berkata:
“Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”
Di era serba digital ini, kata Habib Abdurrahman segala apa yang kita tulis, ucapkan, videokan terekam dalam memori digital. Sadarkah kita bahwa rekaman Allah SWT jauh lebih canggih bahkan tak bisa diedit?
File lisan kita tersimpan dengan rapih oleh Malaikat Allah.
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan, kecuali di dekatnya ada malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS. Qoof: 18)
Habib Abdurrahman menyarankan, jika harus kita menggunakan lidah kita untuk melakukan dialog, maka lakukan dialog yang penuh dengan adab dan elegan. Tidak hadirnya rasa ikhlas dan ketulusan cenderung merusak indahnya dialog.
Sering kita jumpai pendebat selalu menginginkan kemenangan sekalipun ia tidak mempunyai hujjah atau argumen yang kuat dan tepat. "Pendebat tidak bersedia mengalah, sekalipun ternyata ia berada pada pihak yang salah," katanya.
Terkadang kata dia dialog dikuasai oleh pihak yang handal bercakap, sekalipun tidak berisi. Bahkan dianggap hebat dan mendapatkan dukungan oleh pendukungnya jika ia lancang memotong pembicaraan, atau mengeluarkan kata-kata tidak bermutu kepada lawan dialognya.
Padahal tujuan debat atau dialog tersebut untuk mendapatkan hasil (natijah) atau solusi yang baik untuk kemaslahatan bersama. Jangan sampai dengan buruknya manajemen lisan kita, menjadikan kita buruk rugi di dunia dan buruk di akhirat.
إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ
Seburuk-buruknya kedudukan seseorang di hadapan Allah pada Hari Kiamat adalah orang yang dijauhi oleh sesamanya disebabkan mereka takut akan kejahatan (mulut dan perilakunya) (HR. Bukhori 6032).