Senin 15 Jun 2020 04:40 WIB

Hizbul Wathan dalam Perspektif Sejarah

Anggota kepanduan Hizbul Wathan ditempa untuk memiliki kepribadian baik.

Hizbul Wathan dalam Perspektif Sejarah. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan Hizbul Wathan.
Foto: Suara Muhammadiyah
Hizbul Wathan dalam Perspektif Sejarah. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan Hizbul Wathan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu hari, pada 1920*, dalam perjalanan dakwahnya di Surakarta, KH Ahmad Dahlan melewati alun-alun Mangkunegaran melihat anak-anak muda berseragam, berbaris rapi, dan melakukan berbagai kegiatan yang menarik. Mereka kelihatan tegap dan disiplin.

Setelah kembali ke Yogyakarta beliau memanggil guru-guru Muhammadiyah antara lain guru Soemodirdjo. Beliau menanyakan tentang apa dan siapa anak-anak muda yang tangkas, tertib dan disiplin itu. Oleh Soemodirdjo dijelaskan mereka itu adalah Padvinder (Javaansche Padvinders Organisatie) antara organisasi kepanduan yaitu perkumpulan anak-anak muda yang dididik secara disiplin, tertib agar memiliki jiwa kemandirian, tangkas dan terampil.

Baca Juga

Setelah memperoleh keterangan dari Soemodirdjo itu, KH Ahmad Dahlan berkata: “Alangkah baiknya kalau Muhammadiyah memiliki padvinder untuk mendidik anak-anak mudanya agar memiliki badan sehat serta jiwa yang luhur untuk mengabdi kepada Allah”. Gagasan KH Ahmad Dahlan itu kemudian oleh Soemodirdjo dibicarakan dengan para pemimpin Muhammadiyah, seperti KH Muchtar, KH Hisyam, KRH Hadjid dan lain-lain. Mereka sepakat untuk medirikan Padvinder Muhammadiyah yang terbentuk pada 1921 (Almanak Muhammadiyah, 1924, P. 49, lihat juga Almanak 1357 H, p 226-227). Atas usul KRH Hadjid kepanduan itu diberi nama Hizbul Wathan yang kemudian lebih dikenal dengan singkatan HW.

Susunan pimpinan kepanduan Hizbul Wathan yang pertama kali adalah HM Muchtar sebagai ketua., HM Abdulhamid Jr sebagai Ketua Muda, Soemodirdjo sebagai juru surat (sekretaris) pertama, M Damiri sebagai tukang uang (bendahara) yang didampingi beberapa komisaris seperti M Moech, M Amir, HM Zuber, M Thajib, M Doemeiri dan MA Achjat. Semboyang (kewajiban) HW pada waktu itu ialah;

  • Setia pada Ulil Amri,
  • Sungguh berhajat akan menjadi orang utama,
  • Tahu akan sopan santun dan tiada akan membesarkan diri,
  • Boleh dipercaya,
  • Bermuka manis,
  • Hemat dan cermat,
  • Penyayang,
  • Suka pada sekalian kerukunan,
  • Tangkas, pemberani dan tahan serta percaya,
  • Kuat pikiran menerjang segala kebenaran,
  • Ringan menolong dan rajin akan kewajibannya,
  • Menetapi akan undang-undang Hizbul Wathan (Almanak Muhammadiyah, 1924, p 50)
  • Hizbul Wathan sebagai Wahana Pendidikan

Dari semboyan (kewajiban) HW ini dapat diketahui semangat, cita-cita dan karakter yang akan ditanamkan pada setiap anggota pandu HW. Semboyan dan kemudian menjadi Undang-undang HW itu selalu diucapkan pada setiap latihan dan upacara, sehingga meresap ke bawah sadar dan kalbu setiap anggota HW. Yang pada akhirnya akan membentuk karakter dan kepribadian setiap anggota pandu HW.

Sebagai seorang ulama, mubaligh sekaligus pendidik, KH Ahmad Dahlan memang selalu memiliki perhatian yang besar terhadap generasi muda dan masa depan masyarakatnya. Beliau selalu berfikir dan bertindak secara strategis.

Hal ini terlihat betapa besar perhatiannya dalam mengajar di sekolah guru (Kweekschool) di Jetis (Junus, 1968, 17). Karena guru akan selalu memiliki murid-murid banyak.

Kemudian, ketika mendirikan sekolah, maka sekolah yang pertama didirikan adalah sekolah guru (Madrasah Muallimin dan Muallimat = Kweekschool Istri) sebab sekolah guru ini akan menghasilkan guru yang masing-masing gurua akan mempunyai murid yang akan dididiknya. Karena itu kalau gurunya baik (beriman, berkahlaq) InsyaAllah murid-muridnya akan menjadi murid yang baik.

Beliau juga mengajar di sekolah pamong praja (osvia) di Magelang. (Junus Salam, 1968, p 17) karena dengan menajar di sekolah pamong praja itu beliau berharap kelak para pejabat itu baik, agamanya benar, maka mereka akan memimpin rakyatnya dengan baik pula.

Karena itu ketika akan melihat kepanduan (Padvinder) pada tahun 1920 di alun-alun Mangkunegeran, Solo, beliau segera tertarik untuk mengambil metode itu sebagai metode pendidikan anak-anak muda Muhammadiyah di luar sekolah. Pemilihan tempat mengajar/berdakwah/pengajian (di Kweekschool dan OSVIA), pemilihan jenis sekolah yang didirikan (Kweekschool dan Kweekschool Istri) dan pembentukan Kepanduan Hizbul Wathan itu semuanya merupakan tindakan yang strategis yang sangat erat degan masa depan Islam, pembaharuan masyarakat dan bangsa serta kecepatan penyebaran gagasan-gagasan pembaharuannya dan dakwah Islam.

Kepanduan Hizbul Wathan dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi wadah pendidikan bagi generasi muda Muhammadiyah yang berhasil, sekaligus menjadi sarana dakwah yang ampuh. Banyak anak-anak muda yang tertarik memasuki kepanduan Hizbul Wathan. Mereka merasakan banyak mendapatkan manfaat dan keuntungan menjadi pandu HW. Tidak sedikit pemuda-pemuda anggota pandu HW menjadi orang yang percaya diri dan memiliki kepribadian yang baik (memiliki akhlaq utama, luhur budi pekertinya, dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SwT) serta menjadi warga masyarkaat yang berguna.

Tidak sedikit pula dari rahim kepanduan HW ini lahir orang-orang yang kemudian tidak hanya menjadi tokoh Muhammadiyah, tetapi juga menjadi tokoh nasional, juga tidak sedikit yang menjadi pimpinan dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebut saja nama-nama Sudirman (Panglima Besar TNI yang menjadi Bapak TNI), Sudirman Bojonegoro (Mantan Pangdam Brawijaya), putra Basofi Sudirman (mantan Gubernur Jawa Timur), Sarbini (mantan Pandam Diponegoro/Menteri Veteran), Soeharto (mantan presiden RI), Daryatmo (mantan Ketua MPR), Faisal Tanjung (Menko Polkam), Hari Sabarno (Wakil Ketua MPR) dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu demi satu.

 

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement