REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik ziarah kubur sering dilakukan umat Islam Indonesia. Mereka menziarahi makam sanak saudaranya yang terlebih dahulu menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Di sana para peziarah membaca Alquran, memanjatkan doa-doa, juga membersihkan makam. Ramai. Begitulah pemandangan yang tampak pada aktivitas yang biasanya dilakukan pada malam Jumat, atau menjelang hari raya besar Islam itu.
Sebenarnya, pada periode awal Islam, praktik ziarah kubur dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Larangan ini, Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, disebabkan kondisi umat Islam saat itu masih dekat dengan tradisi jahiliyah. Mereka masih terbiasa mengucapkan kata-kata kotor dan keji.
Nah, pada saat para sahabat itu memeluk Islam secara kaffah (sempurna), hati mereka menjadi tenang, mengetahui hukum-hukum syar'i yang berkaitan dengan kematian, maka syariat pun memberi izin mereka untuk ziarah kubur,” tutur Sayyid Sabiq.
Izin syariah yang dimaksud oleh ulama Al-Azhar itu adalah sabda Nabi Muhammad SAW tentang pencabutan larangan ziarah kubur. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim, Tirmidzi, Nasai, Abu Daud, dan Ibnu Majah, dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Dulu aku pernah melarang kalian ziarah kubur, sekarang lakukanlah, karena ziarah kubur dapat mengingatkan kalian pada (kehidupan) akhirat.”
Berdasarkan hadis tersebut, lanjut Sayyid Sabiq, ziarah kubur hukumnya menjadi sunah, tetapi bagi kaum laki-laki saja. Lantas, bagaimana hukumnya bagi kaum perempuan? Mengingat masalah ini sudah mengakar dan menjadi kebiasaan umat Islam, maka para ulama, termasuk imam mazhab yang empat (Malik, Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali), membahasnya secara rinci.
Secara umum, pendapat para ulama terbagi menjadi tiga. Ada yang menyatakan haram, makruh, dan ada pula yang membolehkan. Ulama yang tergabung dalam kelompok yang terakhir ini, menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal dalam bukunya Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah, jumlahnya paling banyak.
Landasan syariah kelompok pertama dan kedua adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan at-Tirmidzi, dan disahkan oleh Ibnu Hibban. Dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW melaknat para wanita yang berziarah kubur.
Menurut mereka, pelarangan Nabi SAW tersebut disebabkan karena tabiat wanita yang sering kali tidak kuat menahan emosi tatkala melihat orang yang ia cintai meninggal dunia. Biasanya, ia akan meratap, merintih atau menangis keras-keras, akibat dari kesabarannya yang minim. Padahal tindakan ini dilarang oleh agama.
Namun Imam al-Qurthubi punya penjelasan lain tentang kata laknat dalam hadis di atas. Menurutnya, laknat itu ditujukan pada wanita yang terlalu sering ziarah kubur, sampai-sampai ia mengabaikan hak-hak keluarganya, atau timbul putus asa dalam dirinya yang mengakibatkan hal-hal negatif.
Karena itu, ada hadis Nabi SAW yang mengatakan, Tidaklah termasuk golongan kami orang yang memukuli pipi, merobek-robek kain baju, dan berdoa seperti orang-orang jahiliah, atas kematian seseorang. (Muttafaq 'alaihi, dari Ibnu Mas'ud).
Sementara itu, ulama dari kelompok ketiga yang membolehkan wanita berziarah kubur juga punya landasan syariah. Ada riwayat dari Abdullah bin Abi Malikah. Suatu ketika 'Aisyah pulang dari ziarah kubur, maka saya bertanya kepadanya, Wahai Ummahatul Mukminin (ibu umat Mukmin), dari manakah engkau? Dia menjawab, Dari kuburan saudaraku, Abdurrahman.
Aku bertanya lagi kepadanya, Bukankah Rasulullah SAW melarang berziarah ke makam? Aisyah kemudian menjawab, Benar. Rasulullah SAW pernah melarang ziarah ke makam, tetapi sekarang memerintahkan untuk ziarah ke makam.(HR Hakim dan Baihaqi).
Dasar lainnya, dari Anas RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang perempuan menangis setelah ziarah ke makam anaknya. Rasulullah SAW berkata kepadanya, Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.
Masih banyak lagi hadis yang membolehkan wanita berziarah ke makam. Sehingga Imam Malik dan Imam Hanafi, seperti ditulis oleh Sayyid Sabiq, dengan tegas menyatakan bahwa ziarahnya seorang wanita ke makam tidak dilarang. Namun demikian, sebagian ulama mengingatkan agar para Muslimah ketika berziarah kubur, menghindari hal-hal yang menyebabkan fitnah.
Berkata al-Qadhi, Jika seorang wanita tidak mempertontonkan perhiasan dan tidak menangis keras-keras, maka tidak alasan untuk melarangnya berziarah kubur.Ia melihat adanya manfaat dari kebiasaan ini. Menurutnya, ziarah kubur dapat mengingatkan pelakunya pada kematian. Ia akan mengambil pelajaran; menyadari perbuatan-perbuatan jeleknya di masa lampau. Jadi, katanya, ziarah kubur itu perlu bagi Muslim maupun Muslimah.