REPUBLIKA.CO.ID, Oleh, Prof Syihabuddin Qalyubi
Alquran sebagai sumber utama ajaran Islam yang shālih li kulli zamān wa makān (sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat), menjadi objek material kajian yang sangat menarik untuk senantiasa diteliti.
Peneliti dan penafsir yang satu bisa menghasilkan penafsiran berbeda dari peneliti atau penafsir lainnya, yang dikarenakan waktu, tempat, dan atau metode yang digunakannya berbeda.
Amin al-Khuli, guru besar dalam bidang bahasa dan sastra di Universitas Kairo Mesir, mengemukakan dua metode analisis Alquran; dirāsah mā fi al-nash (studi internal teks) dan dirāsah mā haula al-nash (studi eksternal/di sekitar teks).
Stilistika adalah metode linguistik yang analisisnya menitikberatkan pada studi internal teks, sekalipun dalam perkembangannya juga menjangkau aspek eksternal teks.
Stilistika diambil dari kata style (bahasa Inggris = gaya) berasal dari bahasa Yunani stylos atau stilus dalam bahasa Latin. Secara umum makna stilos adalah wujud sesuatu, misalnya bentuk arsitektur yang memiliki ciri sesuai dengan karakteristik ruang dan waktu. Sedangkan stilus bermakna alat untuk menulis sesuai dengan cara yang digunakan oleh penulisnya.
Pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian menulis indah, maka style berubah menjadi keahlian dan kemampuan menulis atau menggunakan kata-kata secara indah.
Style secara umum adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian dan sebagainya. Style atau gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas (Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 112)
Banyak definisi yang dikemukakan para ahli di antaranya Kridalaksana, Kamus Linguistik (1982:159) Stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner linguistik dan sastra atau penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Founding fathers keilmuan ini adalah Charles Bally, seorang linguis Perancis. Bally, ia memasukkan stilistika pada studi bahasa yang dipergunakan dalam bahasa kehidupan sehari-hari untuk memenuhi tujuan hidup sendiri. Menurutnya, Stilistika adalah studi efek-efek ekspresif dan mekanisme dalam semua bahasa “la langue de tout le monde” (bahasa semua manusia/ seluruh dunia).
Dalam tradisi Arab ilmu ini dikenal dengan ‘ilm al-Uslūb atau al-Uslūbiyyah. Bangsa Arab sebagai bagian dari komunitas dunia memiliki kekhasan bahasa dalam mengungkapkan gagasan, citra, dan rasanya. Pada masa pra-Islam dikenal karya-karya puisi bernilai tinggi yang mereka gelar di Pasar Ukaz ataupun di sekitar Ka'bah.
Pada masa Islam, Alquran turun dengan bahasa lisan yang banyak memilih kata-kata dan style penuturan yang lebih mengena dan memudahkan dalam penghafalan, seperti pengulangan kata atau kalimat, penggunaan lawan kata, keserasian bunyi akhir, dan sebagainya.
Pemilihan kata dan style penuturan yang khas ini banyak mengejutkan para pujangga Arab saat itu. Di antara pujangga Arab yang terkagum dengan kekhasan style Alquran adalah Al-Walid bin Al-Mughirah, sebagaimana digambarkan dalam Alquran (QS Al-Mudatsir/74: 18 -25).
Stilistika pada tradisi Arab, embrionya ada sejak zaman sahabat, lalu berkembang bersamaan dengan derap ekspansi Islam ke luar jazirah Arab. Respons non Arab terhadap ajaran Islam sangat marak bersamaan dengan maraknya kajian-kajian sumber Islam melalui media bahasanya, maka muncullah para linguis yang andal, seperti al-Farra al-Jahiȥ, al-Rumani, al-Khathabi, al-Baqilani, al-Jubbai, dan al-Qaḍi Abd Al-Jabbar. Mereka mengemukakan teori-teori stilistika dalam format balaghah terutama dalam kemasan al-Nazhm.
Ada beberapa teori yang dikembangkan mirip dengan yang berkembang di stilistika Barat, misalnya teori al-Baqilani (abad ke-4 H) bahwa setiap penyair memilki gaya sendiri. Teori tersebut mirip teori Buffon: le style c'est l'homme mȇme (style adalah orangnya itu sendiri).
Teori stilistika dalam kemasan al-Nazhm mencapai puncaknya pada masa al-Jurjani (w 471 H. ) terutama dalam kedua bukunya Dalā'il al-I'jāz dan Asrār Al-Balāghah. Ia telah meletakan pondasi teori-teori stilistika mendahului teori yang dikemukakan Charles Bally (1865-1947) atau ahli stilistika Barat lainnya sehingga tidak berlebihan jika Abdul Qahir al-Jurjani disebut sebagai peletak dasar fondasi stilistika.