REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beberapa hadits Rasulullah menyatakan seorang mayit akan disiksa akibat tangisan keluarganya kepadanya, di antara hadits tersebut ialah:
حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِىِّ عَنْ عَبْدَةَ وَأَبِى مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ.
قال الألباني : صحيح.
Telah menceritakan kepada kami Hanad bin Sariyyi dari Abdah dan Abu Mu’awiyyah, dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya, dari Ibnu Umar ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya seorang mayit diadzab dikarenakan tangisan keluarganya kepadanya (H.R Abu Dawud No. 3131).
Menurut al-Albani, hadits ini shahih. Selain itu dalam kitab Shahih al-Bukhari No. 1286, dan juga Shahih MuslimNo. 927 disebutkan hadits yang sama matan, namun berbeda sanadnya.
Selain itu, dalam riwayat al-Baihaqi disebutkan:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ حَفْصٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الْحَىِّ .
Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bakar bin Hafsh ia berkata: aku telah mendengar Ibnu Umar dari Umar bin Khatab r.a dari Nabi saw. ia bersabda: seorang mayit akan disiksa dengan sebab tangisan orang yang masih hidup. (H.R al-Baihaqi No. 7416).
Beberapa hadits di atas mengindikasikan bahwa seorang mayit akan disiksa dengan sebab kematiannya ke alam Barzakh ditangisi oleh keluarga, saudara, maupun orang yang masih hidup, padahal Allah telah berfirman dalam beberapa ayat berikut:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Setiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (Al Mudatsir: 38)
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain(QS. 6:164) (QS. 17:15) (QS. 35:18) (QS. 39:7).
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Dan tidaklah manusia memperoleh selain apa yang telah ia usahakan (QS. An-najm: 39)
Semua hadits, dan ayat-ayat Qur’an tersebut ketika difahami sekilas menimbulkan suatu ta’arudl atau pertentangan. Hadits-hadits tersebut menyatakan bahwa seorang mayit akan dihukum disebabkan tangisan keluarganya, sedangkan ayat-ayat Qur’an tersebut menyatakan bahwa tidaklah seseorang yang telah meninggal akan mendapatkan hukuman, siksaan, atau adzab melainkan karena perbuatannya sendiri. Maka, untuk mengetahui korelasi dari ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut, masih dibutuhkan beberapa hadits yang akan menjadi mubayyin dan mukhasisnya.
Memaknai hadits-hadits yang menyatakan bahwa seorang mayit akan diadzab karena tangisan keluarganya tersebut, maka harus mengacu pada riwayat-riwayat yang lain. Dalam suatu riwayat Rasulullah bersabda:
عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَيَقُولُ مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
Dari Mughirah r.a ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: barangsiapa yang (kematiannya) diratapi, maka dia disiksa karena ratapan yang ditujukan kepadanya.
Dalam riwayat yang lain disebutkan, suatu ketika Rasulullah menjenguk Sa’ad bin Ubadah yang tengah dirundung kesedihan karena salah satu anggota keluarganya sakit keras. Melihat suasana sedih tersebut Rasulullah saw. bertanya, apakah dia sudah meninggal? Keluarganya menjawab, belum wahai Rasulullah. Melihat hal itu Rasulullah pun menangis. Karena Rasulullah menangis, para sahabatpun ikut menangis, lalu kemudian Rasulullah bersabda:
أَلَا تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
Tidakkah kalian mendengar, bahwa Allah tidak menyiksa disebabkan tetesan air mata atau kesedihan hati. Akan tetapi Allah menyiksa dan merahmati seseorang disebabkan ini-beliau menunjuk ke lisannya- sesungguhnya mayit itu diadzab disebabkan tangisan keluarganya (HR. Bukhari 1304, dan Muslim 924).
Berdasarkan dua hadits di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa tangisan yang mengakibatkan seseorang diadzab dalam kuburnya adalah tangisan yang disertai dengan ratapan. Tangisan yang demikian menandakan bahwa keluarga mayit tidak terima dengan kematiannya, dan rasa ketidakterimaannya tersebut mengasumsikan bahwa orang yang ditinggal mati tersebut tidak terima dengan taqdir Allah.
Adapun jika tangisan dari keluarga hanya sebagai ungkapan kesedihan, maka menahannya adalah hal yang di luar kemampuan manusia. Bahkan, berdasarkan kejadian yang dialami Rasulullah tersebut, beliau juga tidak bisa menahan tangis karena kematian seseorang. Selain itu, Rasulullah pun juga menangis ketika anak kandungnya -Ibrahim- meninggal. Namun, tangisan dari Rasulullah tersebut hanya sebagai ungkapan kesedihan saja, bukan merupakan niyahah.
Selain itu, beberapa ulama memahami maksud hadits-hadits mengenai adzab bagi mayit tersebut hanya berlaku bagi orang kafir –non muslim- saja. Pendapat yang demikian ini berdasarkan pada sebuah hadits:
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا مَاتَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَتْ رَحِمَ اللَّهُ عُمَرَ وَاللَّهِ مَا حَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَيُعَذِّبُ الْمُؤْمِنَ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ وَلَكِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَيَزِيدُ الْكَافِرَ عَذَابًا بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
Ibnu Abbas r.a berkata ketika meninggalnya Umar r.a, aku menyebutkan hal itu kepada Aisyah r.a, lalu ia pun berkata: semoga Allah merahmati Umar, demi Allah Rasulullah dahulu tidak bersabda: Sesungguhnya Allah akan mengadzab seorang mu’min karena tangisan keluarganya kepadanya, akan tetapi Allah akan menambah adzab terhadap orang kafir disebabkan tangisan keluarganya kepadanya (H.R. Bukhari No. 1288).
Pendapat di atas -yang terakhir- dengan pendapat sebelumnya sebenarnya tidak bertentangan, meskipun berbeda kesimpulan. Jadi memaknai hadits-hadits tentang seorang mayit yang akan diadzab disebabkan tangisan keluarganya tersebut bisa difahami dengan dua pendapat yang telah dipaparkan di atas.
Jika ditelisik lebih lanjut mengenai substansi hadits-hadits tersebut, maka akan timbul pertanyaan “mengapa mayit ikut disiksa hanya karena tangisan orang yang ditinggalnya, sedangkan ia tidak melakukan apapun?”.Menurut imam al-Bukhari, dan juga kelompok Dhahiri, bahwa yang dimaksudkan siksaan yang diterima mayit tersebut adalah jika seseorang yang sebelum meninggal telah lebih dahulu berwasiat untuk ditangisi ketika ia meningal kelak, maka dengan perbuatannya ini ia mendapatkan adzab.
Imam an-Nawawi menambahkan keterangan, jumhur ulama memahami bahwa makna hadits tersebut berlaku jika seorang mayit berwasiat agar ia ditangisi dan diratapi setelah kematiannya, dan lalu wasiatnya tersebut dilaksanakan. Atas wasiat yang ia lakukan tersebut, maka ia mendapatkan adzab, karena dialah yang menjadi perantara keluarganya melakukan niyahah.
Memaknai lafazh adzab dalam hadits-hadits tersebut, para ulama’ berpendapat bahwa maksudnya adalah hinaan dari malaikat terhadap si mayit karena ratapan keluarganya. Hal ini berdasarkan dari suatu hadits riwayat Ahmad dari Abu Musa secara marfu’, yaitu:
المَيِتُ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الحَيِّ إِذَا قَالَتْ النَائِحَةُ وَا عَضُدَاهْ وَا نَاصِرَاهْ جٌبِذَ المَيِّتُ وَقِيْلَ لَهُ أَنْتَ عَضُدَهَا أَنْتَ نَاصِرُهَا
Seorang mayit akan diadzab karena tangisan orang yang hidup atasnya, ketika orang yang terisak menangis berkata: siapakah penolongku? Siapakah yang akan membantuku? Maka akan dikatakan kepada si mayit kamulah penolongnya, kamulah yang akan membantunya.(H.R Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi)
Selain itu, pemaknaan kata adzab juga bisa difahami dari sudut pandang lain, yaitu sudut pandang implikasinya terhadap keluarga mayit. Dikarenakan keluarga mayit menangisi dengan cara yang berlebihan, maka dampaknya adalah menjadikan keluarganya hanya sibuk menangisi kematiannya, dan enggan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
Kesimpulannya adalah, maksud dari hadits mengenai hukuman, dan adzab kepada mayit tersebut menurut para ulama adalah tangisan yang disertai ratapan, dan juga tangisan yang dialamatkan kepada orang kafir. Lebih lanjut dijelaskan oleh para ulama bahwa ratapan dari keluarga mayit tersebut merupakan wasiat dari mayit sebelum ia meninggal dunia. Adapun makna dari adzab bagi mayit, menurut ulama bukanlah adzab berupa siksaan, akan tetapi adzab berupa celaan kepada mayit di dalam kuburnya sebagaimana hadits yang kami paparkan terakhir tersebut.
Wallahua’lam.