REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sejak abad 7, umat Islam gencar melakukan ekspansi. Sejumlah besar wilayah di Jazirah Arab, Asia Tengah, dan Afrika Utara berhasil dikuasai demi menyebarkan syiar. Langkah itu terus berlanjut hingga era pemerintahan Umayyah dan Abbasiyah.
Kekhalifahan Islam kian meluas. Sistem pembagian wilayah administrasi diberlakukan agar tata kelola dapat berjalan efektif. Kerajaan dibagi ke dalam beberapa provinsi. Ada kesamaan dengan pembagian yang berlaku semasa Bizantium serta Persia.
Provinsi-provinsi pada era Umayyah, antara lain, Suriah-Palestina, Kuffah termasuk Irak, Basra yang meliputi Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Nejed, dan Yamamah. Armenia juga merupakan provinsi di bawah pemerintahan Umayyah. Begitu pula Hijaz, Mesir, Yaman, dan wilayah di Arab Selatan. Namun, seiring perjalanan waktu, beberapa provinsi digabungkan, hingga tinggal tersisa lima provinsi.
Masing-masing provinsi diperintah oleh seorang wakil khalifah. Dalam kaitan ini, sebut sejarawan Philip K Hitti, pemerintah Islam memiliki tiga tugas utama, meliputi pengaturan administrasi publik, pengumpulan pajak, serta pengaturan urusan keagamaan.
Pola pembagian wilayah tersebut tetap bertahan pada era Abbasiyah. Pada era ini, terdapat 24 provinsi, di antaranya, Afrika (di sebelah barat Gurun Libya serta Sicilia), Mesir, Suriah, Palestina, Hijaz, Yamamah, Bahrain (termasuk Oman), dan Sawad atau Irak. Tiap gubernur provinsi mendapat mandat menjalankan administrasi pemerintahan lokal dari khalifah.