Ahad 17 May 2020 21:20 WIB

Memaknai Dua Kalimat Syahadat

Kalimat syahadat memiliki makna transendental sekaligus implikasi horizontal

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bobot perkataan "Asyhaduan Laa Ilaaha ill Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasuulullah" itu sangat agung dalam ajaran Islam. Inilah dua kalimat syahadat yang selalu membasahi lisan orang-orang beriman setiap hari--minimal dalam shalatnya.

Dua kalimat syahadat (syahadatain) merupakan kunci pembuka bagi seseorang yang ingin masuk Islam. Ini sekaligus yang pertama dari rukun Islam.

Baca Juga

Dua kalimat itu sesungguhnya mengandung makna transendental-vertikal dan berimplikasi horizontal. Dengan mengikrarkan ungkapan syahadat yang pertama (kalimat tauhid), seseorang telah berjanji dengan sepenuh hati, ia hanya akan melakukan pengabdian sekaligus memohon pertolongan kepada Allah SWT saja, tidak kepada selain-Nya.

Kalimat tauhid ini akan mengantarkan pula kepada suatu keyakinan yang mantap, ketundukan yang mutlak absolut itu hanyalah kepada Allah SWT.

Ketundukan kepada manusia, meskipun para pemimpin, hanyalah bersifat relatif. Seseorang akan patuh manakala pemimpin itu berperilaku sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Manakala si pemimpin menyimpang jauh dari garis kebenaran, maka tidak ada kepatuhan dan ketundukan kepadanya. Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada ketaatan kepada makhluk manakala bermaksiat kepada Khalik (Allah SWT)."

Dalam pandangan Muslim dan Mukmin yang bertauhid, semua manusia itu sama. Oleh karena itu, sangatlah bertentangan dengan pernyataan syahadatnya yang pertama, apabila ada seorang Muslim mensakralkan pemimpinnya.

Yang makshum itu hanyalah para rasul dan nabi Allah.

Syahadat yang kedua mengantarkan seorang Muslim pada keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAw itu adalah utusan Allah SWT. Beliau-lah figur yang patut dijadikan teladan dalam segala aktivitas kehidupan (QS 33: 21).

Bukti keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT, adalah ittiba' (mengikuti dengan sungguh-sungguh) kepada Rasulullah saw. Perhatikan firman-Nya, Katakanlah: Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Zat Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (QS 3: 31).

sumber : Hikmah Republika oleh Prof KH Didin Hafidhuddin
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement