Selasa 12 May 2020 21:17 WIB

Kemitraan Antara Suami dan Istri

Suami sebagai pemimpin harus memperlakukan sang istri dengan sabar dan rasa hormat.

Hubungan yang saling menenteramkan antara suami dan istri (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla/ca
Hubungan yang saling menenteramkan antara suami dan istri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran menjelaskan, pada mulanya Allah SWT menciptakan Adam, jenis laki-laki sebagai manusia pertama. Menyusul kemudian Hawa, jenis perempuan yang menjadi ibunda seluruh umat manusia.

Tidak ada pengecualian, baik laki-laki maupun perempuan diciptakan untuk melaksanakan tugas khalifah sebagai wakil Allah di bumi (khalifah fil-ardh). Yaitu, suatu fungsi jabatan untuk mengurus bumi dengan segala isinya atau menciptakan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin (QS Al-Baqarah: 29).

Baca Juga

Hubungan suami istri dalam keluarga adalah hubungan raja dengan ratunya. Keduanya saling membutuhkan secara timbal balik yaitu agar saling mencintai dan saling mengasihi dalam mahligai rumah tangga.

Allah SWT menciptakan perbedaan bentuk tubuh tidak semata-mata sebagai alat-alat mekanis untuk sebuah produksi. Tidak juga semata-mata seperti hubungan petani dengan ladangnya. Namun, Allah menghendaki hubungan itu berjalan dengan harmonis melalui pikatan cinta dan kasih sayang (mawaddatan wa rahmah).

Itulah sebabnya, pernikahan sebagai pelembagaan mawaddah wa rahmah antara suami dan istri dimasukkan sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah (QS Ar-Rum: 21).

Seorang suami sebagai pemimpin harus memperlakukan sang istri dengan sabar dan rasa hormat. Allah menegaskan, "Dan perlakukanlah istrimu dengan baik. Jika karena sesuatu hal kamu benci mereka, maka bersabarlah, karena boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal Allah menempatkan di dalamnya kebaikan yang banyak" (QS An-Nisa': 19).

Dalam keluarga, seorang istri adalah juga pemimpin (raa'iyyah) di rumah suaminya. Ia bertanggung jawab mengatur suasana rumah tangga yang kondusif bagi terciptanya kesejahteraan keluarga.

Seorang istri diperbolehkan berusaha dan menerima penghasilan yang diperlukan untuk menjaga standar kehidupan serta berhak mendapatkan kesempatan pendidikan sesuai dengan kemampuan dirinya.

Lelaki dan perempuan, dalam pandangan Islam, sama-sama bertanggung jawab dan berkewajiban terhadap pendidikan anak-anak serta kesejahteraan keturunan dan keluarga mereka.

Firman Allah, ''Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.'' (QS An-Nisa': 9)

sumber : Hikmah Republika oleh Tutty Alawiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement