Selasa 12 May 2020 14:16 WIB

Doa Sebelum Belajar

Rasulullah mencontohkan doa sebelum belajar.

Doa Sebelum Belajar. Foto: Berdoa (Ilustrasi)
Foto: Republika
Doa Sebelum Belajar. Foto: Berdoa (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum melakukan sesuatu, kita dianjurkan untuk memulainya dengan berdoa. Termasuk, membaca doa sebelum belajar.

Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada bagaimana cara membaca doa sebelum belajar. Yaitu:

Baca Juga

 

،اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

Allahumma arinal haqqa haqqa warzuqnattiba’ah, wa arinal bathila bathila warzuqnajtinabah

‘’Ya Allah, tampakkanlah kepadaku kebenaran sebagai kebenaran dan kuatkanlah aku untuk mengikutinya serta tampakkanlah kepadaku kesalahan sebagai kesalahan dan kuatkan pula untuk menyingkirkannya.’‘ (HR Imam Ahmad).

Inilah salah satu ikhtiar mental-spiritiual kita sebagai manusia dengan berdoa agar sesuatu persoalan yang ‘samar-samar’ mampu terkuak dan jelas duduk perkaranya. Jika biasanya doa tadi dibacakan sebelum memulai proses belajar mengajar di sekolah, ditinjau dari kemanfaatannya, akan sangat tepat bila digunakan untuk mengatasi berbagai masalah. Mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

Bila ditilik lagi, doa di atas secara tegas mempertentangkan yang haq (kebenaran) dengan albathil (kesalahan). Ini sesuai perintah Alquran bahwa keduanya tidak boleh dicampuradukkan (QS Albaqarah [2]: 42). Sebab, posisi dan karakter masing-masing sifat tadi amat berlawanan.

Konsekuen terhadap alhaq disebutkan sebagai tasdiq atau ‘membenarkannya’, yang diwujudkan lewat ketaatan dan ketepatan mengikuti ketentuan yang menyertainya. Siapa yang tidak bersikap demikian berarti sebaliknya, yakni takdzib atau ‘mendustakan serta berkhianat.’

Adapun pengikut albathil senantiasa menolak ‘realitas’, baik yang berasal dari wahyu  maupun kauniyah. Mereka mengatakan, ‘realitas’ itu sebagai kebohongan dan membuat alasan tanpa dasar.

Oleh sebab itu, kita perlu menyianginya, memilah-milah, dan memilih-milih, sebelah mana kebenarannya dan mana pula salahnya tanpa terpengaruh kepentingan subjektif tertentu. Berpegang pada keyakinan kepa da Allah SWT, dalam kapasitas memanjatkan doa tadi, diharapkan bisa dihasilkan kesimpulan objektif.

Menunda untuk berdoa alias menunda meminta ‘klarifikasi’ sungguh hanya akan memperpanjang ketidakjelasan persoalan yang bisa berakibat melemahnya kekuatan akses kepada Allah SWT. Bukankah hidup yang singkat ini harus menjadi kuat dan bermakna sesuai konsep alhaq?

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement