REPUBLIKA.CO.ID, Hujan itu menjawab doa dalam shalat-shalat kita. Dia datang bak anak yang pulang setelah begitu lama pergi dari rumahnya. Namun, begitu kita nikmati, limpahan air yang tidak terserap bumi akibat tertutup aspal dan beton menyebabkan genangan dan luapan sungai. Bencana banjir tak jarang mengiringi.
Manusia yang tak bersyukur lantas mengumpat hujan yang dirindukan. Doa-doa yang terucap berubah menjadi makian. Patutkah kita berlaku begitu kepada sang hujan?
Hujan merupakan bagian dari rahmat Allah yang turun ke bumi. Allah SWT berfirman dalam beberapa ayatnya di Alquran."Yang menjadikan untuk kamu, bumi sebagai tempat yang mantap dan Dia menjadikan untuk kamu jalan-jalan di sana supaya kamu mendapat petunjuk. Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar. Lalu Kami hidupkan dengannya yang mati. Seperti itulah kamu akan dikeluarkan." (QS az-Zukhruf: 10-11).
Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan, ayat di atas merupakan peralihan dari gaya persona ketiga pada firman-Nya ja'ala lakum, "Dia menjadikan untuk kamu ke persona pertama pada firman-Nya, Kami hidupkan dengannya."
Pengalihan gaya itu agaknya untuk mengisyaratkan, penumbuhan tumbuhan dan menghidupkan yang mati sungguh jauh lebih hebat daripada menurunkan hujan. Hal itu hendaknya menjadi perhatian dan renungan setiap orang.
Penegasan Allah menurunkan hujan secara bertahap dengan kadar tertentu mengisyaratkan, turunnya hujan bukanlah secara otomatis tanpa pengaturan Allah SWT. Melainkan, Dia yang mengatur turunnya dan dengan kadar yang ditetapkan- Nya. Ini melalui hukum alam yang juga menjadi ketetapan-Nya dan atas dasar doa dan shalat Istisqa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Lebih jauh, Quraish menjelaskan, ayat 10 di atas menunjukkan keesaan dan kuasa-Nya mencipta dan mengatur alam raya. Sedangkan, ayat 11 menguraikan kuasa-Nya mencipta kembali dan membangkitkan manusia sesudah kematiannya. Ini dengan mengurai tentang hujan yang bermula dari laut dan sungai, lalu me nguap ke udara dan kembali lagi ke bumi.
Dengan air yang turun itu, Allah menghidupkan tanah yang tadinya tandus. Quraish pun menyimpulkan kedua ayat tersebut mengisyaratkan dua prinsip pokok keimanan, keesaan Allah dan keniscayaan kiamat. Dua rukun ini disebut kerap mewakili rukun iman lainnya.
Allah SWT memaparkan buk ti-bukti kekuasaan-Nya pada hujan dalam ayat lainnya. "Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang dituai, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba, dan Kami menghidupkan dengannya tanah yang mati. Seperti itulah kebangkitan." (QS Qaaf: 9).
Kali ini, yang diuraikan adalah beberapa dampak penciptaan langit dan bumi. Air hujan yang bersumber dari laut dan sungai yang terhampar di bumi. Air itu pun menguap ke angkasa akibat panas matahari.
Dari sini, Allah SWT menyebutkan karunia-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya dengan menurunkan air sebagai sumber kehidupan di pentas bumi ini. Aneka tumbuhan, bunga-bungaan, buah-buahan, dan pohon yang dicontohkan yakni kurma nan tinggi.
Dia menjulang ke atas bersama mayang yang bersusun-susun karena banyaknya zat buah yang ada di dalamnya. Semua itu untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba Allah SWT.