REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran adalah cahaya yang menerangi jalan hidup manusia. Dengan Alquran, seorang Mukmin akan mampu membedakan mana jalan yang baik, sehingga mengantarkannya kepada kebenaran.
Ia pun akan menghindari jalan sesat yang dapat menjerumuskannya ke lembah kehinaan, baik di dunia maupun akhirat.
Alquran juga menjadi petunjuk bagi amal perbuatan manusia. Alquran memberi jalan bagi mereka yang mau memikirkan dan menghayati isinya untuk mendapatkan kebenaran dan kebaikan sehingga dapat disampaikan kepada orang banyak kebenaran itu.
Dengan Alquran, kita bisa mengerti dan memahami hakekat kebatilan serta kejahatan. Pemahaman itu mengantar kepada kita untuk mau dan mampu membersihkan jalan yang akan kita lalui agar terhindar dari kejahatan dan kebatilan tadi. Dengan demikian, Alquran menjadi pengontrol pribadi agar selalu mawas diri ketika menjalani hidup dan kehidupan ini.
Karena jalan yang akan kita tempuh bermula dari hati atau jiwa sebagai pengendali amal, maka kewajiban kita untuk selalu membersihkannya. Shekh Mohammad Rasyid Ridha, seorang ulama besar Mesir pernah berkata, ''Di dalam membersihkan jiwa dan memperdalam pemikiran, orang tidak harus melewati falsafah Aristoteles atau Ibnu Sina, tapi yang terpenting ia harus melewati dua hal, menjauhkan hawa nafsu dan menghiasi diri dengan takwa.''
Dua hal tersebut--tak tunduk pada nafsu dan menghiasi diri dengan takwa--banyak disinggung Alquran.
Allah SWT berfirman, "Adakah kamu mengetahui orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya? Dan Allah kemudian menyesatkan mereka berdasarkan ilmu-Nya. Allah mengunci pendengaran, hati dan menutup penglihatannya. Maka siapakah yang mampu memberi petunjuk kepadanya selain Allah. Adakah kalian tidak mengambil pelajaran?"(Surah al-Jatsiah: 22).
Ayat tersebut memberi isyarat kepada kita betapa berbahayanya orang yang tidak dapat mengendalikan nafsunya. Bila ketidakmampuan pengendalian nafsu itu sampai pada kemurkaan Allah sehingga menutup hati seseorang dari masuknya cahaya atau hidayah, maka ia akan menjadi orang yang celaka di dunia dan akhirat.
Sementara, takwa merupakan peningkatan kualitas iman. Tidak akan ada takwa tanpa landasan iman yang benar, bersih dari kemusyrikan, khurafat dan tahayul. Menurut tafsir para ulama, takwa berarti menjaga diri dari semua perbuatan yang merugikan, baik orang lain maupun diri sendiri.
Takwa juga berarti meninggalkan segala perbuatan dosa dan maksiat, serta senantiasa taat pada semua perintah Allah.
Ada baiknya ketika kita ingin memperoleh hidayah Alquran, dua hal tersebut menjadi perhatian utama kita.