Anjuran Rasulullah SAW Menghibur Anak Berpuasa

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin

Jumat 08 May 2020 01:22 WIB

Anjuran Rasulullah SAW Menghibur Anak Berpuasa. Anak berpuasa (ilustrasi) Foto: Yogi Ardhi/Republika Anjuran Rasulullah SAW Menghibur Anak Berpuasa. Anak berpuasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menghibur anak ketika mereka berpuasa merupakan anjuran Rasulullah SAW. Rasulullah memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada anak ketika ia berpuasa.

Dr Muhammad Nur Abdul Hafiz Suwaid dalam bukunya "Prophetic Parenting Cara Nabi SAW Mendidik Anak" mengatakan, anjuran Rasulullah menghibur anak ketika puasa seperti hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari ar-Rubbayi binti Mu'awwidz. 

"Rasulullah di siang hari Asyura mengirimkan Pengumuman kepada penduduk desa desa Anshar yang ada di sekitar Madinah. Barangsiapa yang hari ini berpuasa hendaknya meneruskan puasanya. Dan barangsiapa yang hari ini tidak berpuasa maka hendaknya berpuasa untuk sisa hari ini."

"Setelah itu kami berpuasa dan memerintahkan kepada anak-anak kecil kami berpuasa. Kami pergi ke masjid. Sana kami membuatkan untuk mereka mainan dari kain wol. Apabila salah seorang dari mereka menangis karena lapar, kami berikan mainan itu kepadanya. Ini terus berlangsung sampai saat berbuka."

Muhammad Nur mengatakan, hadist di atas dikomentari Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dia mengatakan, "Dalam hadits ini terdapat hujjah atas disyariatkan melatih anak-anak untuk berpuasa sebagaimana telah berlalu penjelasannya. Sebab, anak yang memiliki usia seperti yang disebutkan dalam hadits ini tidak memiliki beban kewajiban. Hal itu sengaja dilakukan untuk latihan."

Selain itu hal yang penting yang dianjurkan Rasulullah ketika anak puasa adalah mengumpulkannya untuk berdoa bersama saat berbuka. Ini diriwayatkan oleh Abu Dawud ath-Thayalis dari Abdullah bin Umar RA berkata bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda orang yang berpuasa memiliki doa yang pasti dikabulkan ketika berbuka . Abdullah bin Umar apabila berbuka puasa Dia memanggil istri dan anak-anaknya pembagian dia berdoa."

Muhammad Nur mengatakan seorang anak boleh ikut itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, sebab usia baligh bukanlah syarat sahnya itikaf. Sehingga sah-sah saja dilakukan oleh anak-anak, karena dia boleh beribadah sama seperti sahnya puasa sunnah sebagaimana dikatakan oleh al-Kasani dalam kitab al-Bada i'ush Shana'i.

Muhammad Nur mengatakan, di antaranya adalah Ibnu Sirin dan az-Zuhri dan demikian juga dikatakan oleh asy- Syafi'i mengatakan, bahwa mereka juga diperintahkan untuk mengerjakannya sebagian latihan apabila mereka mampu. Usia yang paling ideal untuk mulai melatih anak puasa adalah 7 tahun. "Batasan usianya adalah tujuh tahun dan sepuluh tahun." 

Usia ini juga kata Muhammad Nur sama persis seperti mengajarkan anak untuk ibadah shalat. Ishak memberi batasan usia 12 tahun. Ahmad, dalam salah satu riwayatnya, sepuluh tahun. Al-Auza'i  mengatakan. "Apabila mampu berpuasa tiga hari berturut-turut maka dianjurkan untuk berpuasa."

Muhammad Nur menambahkan, yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama. Pendapat yang masyhur dalam mazhab Malikiyyah: puasa tidak disyaratkan untuk anak-anak. penulis Imam Bukhari telah bersikap lembut dalam memberikan alasan untuk judul bab ini. Yaitu dengan membawakan atsar Umar pada judul bab. 

Sebab, pedoman terkuat yang dijadikan sebagai bantahan terhadap hadits-hadits semacam ini adalah amalan sebaliknya dari penduduk kota Madinah. Di sinilah, tidak ada amalan untuk dijadikan sebagai pedoman yang lebih kuat dibandingkan dengan amalan-amalan pada masa Umar, yang jumlahnya para sahabat masih sangat banyak ketika itu. 

Umar mencela orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadan dengan mengatakan, "Kenapa engkau makan padahal anak-anak kami berpuasa?" Ibnul Majisyun dari mazhab Malikiyah mengungkapkan pendapat yang cukup aneh.

"Dikatakan bahwa apabila anak mampu berpuasa, maka dia diwajibkan berpuasa. Apabila dia tidak puasa tanpa alasan yang jelas, maka dia wajib mengqadhanya."