REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW mendudukkan perkara keutamaan niat setingkat dengan keutamaan hijrah. Beliau bersabda, "Tidak ada hijrah setelah Fath Makkah (pembebasan Kota Makkah), tetapi yang ada ialah jihad dan niat" (HR Muslim).
Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah SAW juga menegaskan, "Sesungguhnya Allah telah menentukan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Maka, barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak melaksanakannya, Allah akan menetapkan baginya kebaikan yang sempurna. Dan, jika ia melaksanakannya, Allah akan menetapkan baginya 10 kebaikan sampai dengan 700 kali lipat.
Dan barangsiapa yang berniat melakukan keburukan tetapi tidak jadi melaksanakannya, Allah akan menetapkan baginya kebaikan yang sempurna. Dan jika ia melaksanakannya, Allah akan menetapkan baginya satu keburukan" (HR Bukhari).
Letaknya di hati
Niat termasuk perbuatan dalam hati. Inti niat terletak pada hati, bukan sekadar ucapan atau perkataan. Oleh karena itu, hanya Allah SWT dan pelakunya sendiri yang mengetahui hakikat niat.
Perbuatan baik boleh jadi didorong oleh niat yang jahat. Jika demikian, Allah-lah yang akan menilai semua perbuatan berdasarkan niatnya. Niat yang dapat memberikan nilai kebaikan kepada setiap aktivitas adalah niat yang suci.
Niat yang suci adalah niat yang mendahului setiap perkataan atau perbuatan yang dimaksudkan hanya untuk mendapatkan anugerah dan ridha Allah SWT.
Niat yang suci menunjukkan prestasi kehidupan seorang Muslim. Setiap perbuatan dan perkataannya selalu berorientasi jangka panjang, tidak hanya jangka pendek.
Setiap Muslim hendaknya selalu menyucikan dan meluruskan niat dalam setiap aktivitas baik politik, ekonomi, sosial, seni, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Dengan niat yang suci, egoisme akan hilang dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan orang banyak, bangsa, dan negara. Wallahu A'lam.