REPUBLIKA.CO.ID, Sejarah mengisahkan secara gamblang lika-liku perjuangan Rasulullah SAW, baik di Makkah ataupun Madinah. Di fase pertama dakwah, berbagai cobaan dan rintangan mengadang. Keluarga dan para sahabatnya diintimidasi, beberapa di antaranya dibunuh. Rasul pun terusir dari tempat kelahirannya, Makkah.
Begitulah, jika Anda, menurut cendekiawan Muslim Dr 'Aidl Al Qarni dalam bukunya yang bertajuk "Asbab Insyirah as-Shadr", menghadapi suatu persoalan maka mengadu dan pergilah ke pihak yang berkompeten. Baju Anda robek, jahitlah ke tukang jahit.
Bila alat elektronik tak berfungsi, perbaikilah ke ahli reparasi. Tetapi, bila hati Anda yang bermasalah mintalah pertolongan kepada Sang Pemilik hati, Allah SWT. “Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS at-Taghabun [64]: 11).
Inilah poin utama, kata Al Qarni, yang menjadi faktor mendasar kelapangan hati, yaitu tauhid. Mengesakan Allah SWT dalam keyakinan dan perbuatan. Dia yang paling berhak disembah dan kepada-Nya lah umat manusia meminta. Pemberi hidayah, rezeki, dan kesembuhan bagi mereka yang sakit.
Tauhid yang sama, sebut Ibnu Abbas, seperti dinukilkan di Shahih al-Bukhari yang ditekankan Nabi Ibrahim AS, sewaktu dilemparkan ke kobaran api. Ibrahim berkata, “Hasbunallah wani'ma al-wakil (cukuplah Allah sebagai penolong dan penyelematan).” Api yang semula panas membara seketika menjelma bak salju nan dingin seizin Allah.
Bertauhid tak sekadar di lisan. Mesti ditopang dengan pengesaan-Nya di tiap tindakan, ucapan, dan sikap. Ingin lapang dada, tetapi perilaku tak mencerminkan tauhid. Kerap berdusta, berbuat lalim, mengambil hak orang lain. Bukannya lapang dada yang diterima, malah kesedihan dan kesusahan yang akan datang.
Faktor kedua, kata Al Qarni, bergaullah dengan orang-orang saleh. Saat berkumpul, mereka akan mengingat Allah. Ini berbeda dengan kebiasaan kalangan fasik. Perkumpulan yang mereka langsungkan kerap melalaikan-Nya. “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah. Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS al-Ahzab [33]: 35).
Berdzikir, mengingat Allah dalam situasi dan kondisi apa pun, membawa ketenangan batin dan ketenteraman jiwa. Bahkan, akan membuat hati bergetar hingga tak kuasa bertindak secuil maksiat apa pun.
Lihatlah, sewaktu Umar bin Khattab mendengar surat as-Shaffat ayat 26, ia berdiri lalu membuang tongkatnya dan berbaring di atas tanah. Sang Khalifah pun lantas diangkat ke rumahnya dan tetap dalam kondisi terbaring, sampai sakit sebulan efek meresapi ayat di atas.
Ketiga, papar Al Qarni, terima ketetapan dan takdir Allah SWT. Apa pun masalah yang Anda hadapi bukan untuk memojokkan dan menyudutkan Anda. Dan, apa pun kesalahan yang Anda lakukan, bukan berarti Anda telah terjatuh 100 persen.
Seberapa pun banyaknya harta yang Anda sedekahkan, ingkar terhadap qadha dan qadar maka hanya akan sia-sia. Dan ketahuilah, pemicu lapangnya dada Anda ditentukan pada sejauh mana Anda percaya terhadap keputusan dan ketetapan Allah. “Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS al-Qamar [54]: 49).
Rasulullah pernah menegaskan, selama aktivitas dan jalan yang dilalui benar dan bermanfaat maka jangan lupa untuk meminta pertolongan kepada Allah. Hindari berandai-andai, yakni mengatakan, “Seandainya aku lakukan demikian pasti semua ini tak akan terjadi.” Tetapi, titah Rasul, katakanlah, “Apa yang Allah tetapkan dan kehendaki, maka terjadilah.”
Perhatikan ketegaran seorang pakar fikih generasi salaf, Urwan bin az-Zubair. Penyakit aneh yang menyerang kaki hingga paha, memaksanya untuk mengamputasi kakinya tersebut tanpa bantuan dokter atau alat bedah canggih seperti sekarang. Kerabatnya menawarinya minum khamar, pengganti bius. Ia menolak. “Tidak. Tidak sama sekali, aku tak ingin kehilangan rezeki akal pemberian-Nya,” kata dia.
Urwah meminta kakinya tersebut diamputasi sewaktu shalat. Dia berjanji tidak akan merasakan apa pun. Permintaan itu dikabulkan. Urwah pingsan tak sadarkan diri hingga empat jam. Usai sadar, tetap bersyukur kepada Allah. “Alhamdulillah, sebelum dan sesudah,” kata Urwah.
Tak selang berapa lama, kabar duka ia terima. Anak tercintanya meninggal akibat tertabrak rombongan Khalifah Walid bin Abd al-Malik. Ujian beruntun, setelah kehilangan sebelah kaki, buah hatinya wafat.
Apakah Urwah terpuruk? Sama sekali tidak. Ia malah berkata, “Bagi-Mu puji jika Engkau meridhai dan bagimu puji setelah ridha. Satu orang anak engkau ambil, Engkau berikan empat anak, satu anggota tubuh Engkau ambil, Engkau anugerahkan empat anggota tubuh.”
Keempat, imbuh al-Qarni, bersikaplah qanaah, menerima apa pun yang Allah anugerahkan kepada Anda, apa dan berapapun kadarnya. Salman al-Farisi meninggal dunia dengan membawa surban sambil tertawa, ia hidup dalam kekurangan dan kesederhanaan.
Namun, Salman terima nikmat apa pun dari-Nya. Bandingkan dengan Qarun, ia terlaknat akibat kerakusan terhadap harta. Firaun dan Abu Jahal, potret sosok yang tamak akan pangkat dan jabatan. “Seperti apa akhir mereka?” ketus al-Qarni.
Demikianlah, imbuh Al Qarni, di antara faktor pemicu kelapangan dada. Ada banyak cara, tetapi keempat langkah itu yang paling utama. Dan, jangan lupa iringin dengan membaca Alquran. Sebab, Alquran akan menjadi penolong bagi para pembacanya.