REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Pada masa Rasulullah SAW, serangkaian peristiwa penting berkenaan dengan Hajar Aswad juga pernah terjadi. Sekitar 16 Sebelum Hijrah (606 M), ketika suku Quraisy melakukan pemugaran Ka’bah, hampir saja terjadi pertumpahan darah antarempat kabilah dalam suku Quraisy. Pangkal persoalannya berasal dari perselisihan mengenai siapa yang paling berhak mengangkat dan meletakkan Hajar Aswad setelah pemugaran selesai.
Dalam situasi genting tersebut, salah satu pemimpin kabilah Abu Umayyah bin Mughirah mengusulkan persoalan ini diserahkan kepada orang pertama yang masuk kompleks Masjidil Haram. Usulan itu diterima pemimpin kabilah yang sedang berselisih.
Keesokan harinya, orang yang pertama kali masuk adalah Muhammad bin Abdullah (35 tahun) sebelum diangkat menjadi rasul. Muhammad yang saat itu sudah bergelar al-amin diberi kepercayaan untuk mengatasi masalah itu.
Muhammad bin Abdullah kemudian melangkah menuju tempat penyimpanan Hajar Aswad, membentangkan serbannya, dan meletakkan batu tersebut di tengah kain serban. Beliau kemudian menyuruh wakil dari masing-masing kabilah memegang ujung serban dan mengangkat Hajar Aswad hingga mendekati Ka’bah. Setelah itu, Muhammad kembali meletakkannya ke tempat semula di lubang pojok Ka’bah. Melalui cara itu, perselisihan antarkabilah suku Quraisy pun dapat diatasi.
Meski Hajar Aswad memiliki posisi penting dalam prosesi haji atau umrah, batu tersebut hanyalah batu yang tidak memberi manfaat dan mudarat. Begitu juga dengan Ka’bah. Bangunan itu hanya berbentuk kubus dan terbuat dari batu.
Sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab, di hadapan Hajar Aswad mengatakan, Aku tahu bahwa kau hanyalah batu. Kalau bukan karena aku melihat kekasihku, Nabi SAW, menciummu dan menyentuhmu, aku tidak akan menyentuhmu atau menciummu.”
Dengan demikian, harus dipahami bahwa usapan, ciuman, atau lambaian tangan terhadap Hajar Aswad bukanlah berarti menyembah batu. Tidak juga menyembah Ka’bah. Allah yang memerintahkan umat Islam untuk tawaf mengelilingi Ka’bah dan Allah pula yang memerintahkan mencium Hajar Aswad.
Rasulullah juga melakukan itu semua. Tentu saja, apa yang dilakukan beliau berasal dari Allah, sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya, Dan, tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (QS An-Najm: 53 ).