REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Seandainya kiamat esok tiba dan di tanganmu ada bibit pohon kurma, maka tanamlah! Mudah-mudahan, kamu mendapatkan pahala." Demikian sabda Nabi Muhammad SAW yang begitu luar biasa. Hadis tersebut memiliki makna dan hikmah yang besar.
Bayangkanlah. Apalagi yang bisa diharapkan seseorang dari menanam bibit kurma ketika kiamat sudah di depan mata? Tidakkah perbuatan itu sia-sia belaka?
Bagaimanapun, Nabi SAW memandang perbuatan menanam itu tetap bernilai suatu kebajikan di sisi Allah. Allah Azza wa Jalla tidak melihat pada hasil dari usaha seseorang. Zat Yang Mahakuasa melihat pula pada proses dan kesungguhann seseorang dalam berusaha.
Ambil contoh lainnya. Ketulusan seorang miskin menyedekahkan Rp 1.000 dari rezeki yang dimilikinya jauh lebih berharga ketimbang seorang konglomerat yang menyumbang ratusan juta rupiah hanya demi mengejar popularitas atau perhitungan bisnis.
Bagi seorang miskin, uang Rp 1.000 barangkali merupakan 10 persen dari upahnya dalam sehari. Adapun bagi konglomerat, uang ratusan juta itu hanya sekian permil dari kekayaannya.
Hadis tersebut juga mengingatkan setiap Muslim untuk terus berjuang sampai titik penghabisan. Ya, selama usia masih dikandung badan, kesempatan untuk berbuat baik akan selalu terbuka.
Apalagi, hari esok kita tak pernah tahu. Maka dari itu, hari inilah kesempatan terbaik yang kita miliki.
Di manakah lagi seorang Muslim menemukan celah untuk menghindar dan menunda berbuat kebaikan?
Berbuat kebaikan pun tidak harus yang muluk-muluk atau mewah. Langkah nyata dalam memudahkan urusan sesama bisa dimulai dari apa saja.
Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa melapangkan kesusahan seorang Mukmin di dunia, maka Allah akan melapangkan baginya dari kesusahan-kesusahan pada Hari Kiamat, dan barangsiapa memudahkan kesukaran seseorang, maka Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat."