REPUBLIKA.CO.ID, Pernikahan adalah impian setiap orang. Dalam Islam, pernikahan merupakan bentuk ibadah yang terikat oleh syarat dan rukun tertentu. Setiap Muslim yang akan melangsungkan pernikahan pun wajib memenuhinya.
Tidak sedikit persoalan yang dihadapi masyarakat hingga saat ini terkait pernikahan diantaranya tentang jumlah istri. Pengaduan terkait seseorang yang menikahi wanita lebih dari empat dalam satu waktu. Mereka menanyakan hukum tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sebab itu, MUI merasa perlu untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang hukum dari persoalan tersebut. Pada tahun 2013 lalu, MUI pernah mengeluarkan fatwa sebagai pedoman umat Muslim.
Berbagai rujukan diambil oleh MUI guna memperkuat fatwa yang dikeluarkan seperti firman Allah SWT yang menegaskan jumlah maksimal diperbolehkannya menikahi wanita dalam waktu bersamaan.
Seperti dijelaskan dalam surah An- Nisa (4): 3 "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,".
Kemudian firman Allah yang memerintahkan taubat atas kesalahan yang dilakukan yaitu surah At-Tahrim (66): 8 yang berbunyi "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-ke salahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Selain firman Allah, MUI juga merujuk kepada beberapa hadis Rasulullah SAW antara lain "Dari Qais ibn al-Harits RA ia berkata: Saya masuk Islam, sedang saya telah memiliki istri delapan. Lantas saya menghadap Nabi Muhammad SAW (me nanyakan ihwal masalah ini) dan beliau bersabda: "Pilihlah dari mereka empat," (HR. Abu Dawud).
Hadis lainnya tentang persoalan tersebut yaitu "Dari Salim dari ayahnya RA bah wa Ghailan ibn Salamah al-Tsaqafi masuk Islam, dan ia telah memiliki sepuluh istri, lantas Nabi Muhammad SAW bersabda: "Tahan empat dan pisahkan sisanya," (HR. Abu Dawud).
Kemudian, ijma' ulama mengenai keharaman mengumpulkan lebih dari empat wanita dalam satu ikatan perkawinan di waktu bersamaan juga menjadi rujukan MUI. Termasuk mengutip dari Qaidah ushuliyah yaitu "Pada dasarnya, di dalam larangan tentang sesuatu menyebabkan rusaknya perbuatan yang terlarang tersebut,".
Di samping itu beberapa pendapat lainnya juga dirujuk seperti dari Abu al- Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al- Mawardi dalam kitab "al-Hawi al-Kabir Fi Fiqh as-Syafi'i". Ada pula pendapat dari al-Imam Abu Muhammad al-Husein bin Mas'ud al-Baghawi dalam kitab "Ma'alim at-Tanzil,".
Dari rujukan-rujujkan tersebut, MUI menetapkan bahwa beristri lebih dari empat pada waktu bersamaan hukumnya haram. Menurut MUI, istri pertama sampai keempat sah jika dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukunnya. Sedangkan wanita kelima dan seterusnya tidak sah meskipun secara faktual sudah digauli.
Karena itu, wanita kelima dan seterusnya wajib dipisahkan karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'ah. Bagi mereka yang menikahi lebih dari lima wanita dalam waktu bersamaan, kata MUI, perlu melakukan taubat secara sung guh-sungguh dengan cara membaca istighfar, menyesali perbuatannya, me ning galkannya dan berkomitmen tidak melakukannya kembali.
Laki-laki juga wajib melepaskan wa nita kelima dan seterusnya. Disamping itu, laki-laki juga harus memberikan biaya terhadap wanita-wanita yang telah digauli serta anak-anaknya. Menurut MUI, peme rintah dapat turun tangan melalui peradil an agama jika laki-laki tidak melaksa nakan tanggungjawabnya karena telah menikahi lebih dari empat wanita dalam waktu bersamaan.