REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK -- Nama Fatimah binti Maimun bin Hibatullah memiliki kontribusi besar dalam penyebaran Islam di nusantara. Bahkan, dia disebut-sebut sebagai perempuan pertama yang mendakwahkan Islam ke Indonesia.
Persinggungannya dengan bumi Indonesia berawal dari ajakan ayahnya, Sultan Kedah dengan gelar Sultan Mahmud Syah Alam. Mereka datang menggunakan kapal dengan tujuan untuk berdagang dan mensyiarkan agama Islam.
Dengan menyusuri Selat Malaka, kapal tersebut sampai di pesisir utara Jawa Timur, tepatnya di pelabuhan Kota Gresik sekarang. Dahulu, kawasan tersebut dikenal sebagai kota pelabuhan dan perdagangan di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Sesampainya di Gresik, mereka mendirikan sebuah rumah dan masjid di Leran. Daerah ini dikenal sebagai permukiman kaum pedagang. Tidak hanya penduduk lokal, tetapi juga Cina, bahkan Arab. Usia Fatimah ketika itu 17 tahun. Sebagai Muslimah, dia telah berjilbab.
Banyak orang yang mempertanyakan mengenai jilbab yang dikenakan olehnya. Dengan sabar Fatimah pun menjawab berbagai soalan perihal kerudung yang dia kenakan, berikut hukum dan hikmah di balik tuntunan tersebut.
Dengan tetap menghargai dan menghormati adat istiadat dan budaya di Gresik saat itu, ayah dan anak tersebut menyebarkan agama Islam. Lambat laun banyak penduduk Gresik yang menerima dakwah mereka dan menyatakan diri memeluk Islam.
Kian masifnya warga lokal memeluk Islam terdengar di telinga Raja Majapahit ketika itu. Dia pun marah besar. Dia khawatir kekuasaannya hancur begitu saja sehingga raja ingin turun tangan secara langsung untuk menyerang Leran. Namun, raja tidak membawa persenjataan lengkap seperti perang-perang sebelumnya karena Fatimah dan ayahnya hanya datang bersama 14 orang kawanannya.
Raja pun pergi bersama dengan 13 orang pengawalnya dengan berkuda. Akhirnya, raja disambut oleh Sultan Mahmud Syah Alam dengan ramah.
Raja terkagum-kagum dengan kedamaian penduduk Leran karena mereka selalu rajin datang ke surau dan bershalawat untuk Rasulullah SAW. Tak lama setelah melihat keadaan penduduknya, dia bertemu dengan Fatimah dan terpukau dengan kecantikannya.
Raja pun lambat laun ingin belajar mengenai Islam. Setelah belajar mengenai Islam, raja kemudian melamar Fatimah untuk dijadikan istrinya sebagai syarat raja memeluk Islam.
Fatimah pun menerimanya dengan senang hati. Fatimah berharap, dengan menjadi istri seorang raja, dia dapat dengan mudah menyebarkan agama Islam, tidak hanya di Leran.
Namun, ayahnya tidak begitu saja menerima lamaran tersebut. Setelah ayahnya beristikharah dan berdoa untuk ditunjukkan yang terbaik, beberapa waktu kemudian wabah kusta menyerang wilayah Leran.
Penyakit ini menyerang seseorang pada pagi hari, lalu sore harinya mereka langsung meninggal dunia. Penyakit itu juga menyerang saudara Sultan Mahmud Syah Alam, begitu juga pelayan Fatimah.
Tak lama kemudian, Fatimah pun terserang wabah yang sama sehingga dia pun menyusul kedua pelayan dan saudara ayahnya. Dia wafat pada 2 Desember tahun 1082 atau 7 Rajab 475 Hijriyah. Makamnya kini terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur.
Raja pun mendengar kematian Fatimah. Raja kemudian membangun cungkup yang berbentuk seperti candi di atas makam Fatimah dan pelayannya.
Inskripsi nisan terdiri Atas tujuh baris. Berikut ini adalah bacaan JP Moquette asal Belanda yang diterjemahkan oleh Prof Moch Yamin.
Baris pertama merupakan bismillah, sedangkan baris dua-tiga merupakan kutipan surah ar-Rahman ayat 25-26, yang umum dalam epitaf umat Muslim, terutama di Mesir.
“Atas nama Tuhan Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah. Tiap-tiap makhluk yang hidup di atas bumi itu adalah bersifat fana. Tetapi, wajah Tuhanmu yang bersemarak dan gemilang itu tetap kekal adanya. Inilah kuburan wanita yang menjadi kurban syahid bernama Fatimah binti Maimun Putera Hibatu'llah yang berpulang pada hari Jumiyad ketika tujuh sudah berlewat bulan Rajab dan pada tahun 495 H Yang menjadi kemurahan Tuhan Allah Yang Maha Tinggi Bersama pula Rasulnya Mulia.”