Jumat 24 Apr 2020 10:37 WIB

Harmonisasi Empat Dawai al-Kindi

Sejak abad pertengahan, istilah musiqa atau musiqi sudah digunakan

Syech Albar, musisi yang memperkenalkan orkes gambus ke Indonesia.
Foto: Tangkapan layar/IST
Syech Albar, musisi yang memperkenalkan orkes gambus ke Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, Al-Kindi diketahui mahir memainkan 'ud atau gambus berleher pendek. Bagi al-Kindi, sangat penting untuk memahami musik secara teori dan praktik. Dalam risalah  Ajza Khabariyyah fi'l Musiqi, ia mengaitkan empat dawai 'ud dengan empat unsur penting di alam semesta.

Pertama adalah dawai C (al-Zir) yang paling tipis. Letaknya paling atas dari tiga senar lainnya. Dawai itu diasosiasikan dengan unsur api. Ia memiliki seluruh jiwa, tapi tidak punya raga, sebut al-Kindi.  Secara fenomena alam, senar tersebut dilihat sebagai musim panas.

Kedua, dawai A, terdapat di urutan paling bawah. Ia merupakan unsur air, dan berdimensi musim salju. Ketiga, dawai G yang dipandang merepresentasikan unsur angin. Sementara dawai D disebut al-Kindi sebagai elemen bumi atau keseluruhan jiwa dan raga.

Keempatnya tidak bisa dipisahkan. Sebab, suara yang timbul dari setiap dawai tadi saling melengkapi untuk membentuk jalinan nada dan melodi yang merdu. Al-Kindi berpendapat, keseimbangan alam tercipta dari harmoninasi keempat elemen penting tadi.

Sejak abad pertengahan, istilah musiqa atau musiqi sudah digunakan secara luas. Kata yang juga tercantum dalam risalah-risalah para ilmuwan dan filsuf Muslim diadopsi dari bahasa Yunani. Satu istilah lagi dilontarkan sejarawan Ismail dan Lois Lamya al-Faruqi yakni handasah al-shaut (seni suara).

Dalam buku Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, keduanya berpendapat, kata musiqa sebenarnya hanya berlaku pada jenis seni suara tertentu. Bahkan, untuk sebagian besar, merujuk pada sesuatu yang statusnya masih diragukan, atau bahkan buruk dalam budaya Islam.

Pengertian handasah al-shaut punya dimensi lebih luas. Ia memiliki arti semua kombinasi artistik nada dan irama yang dikenal pada khazanah seni Islam. Ismail dan Lois Lamya menegaskan, Alquran sangat memengaruhi handasah al-shaut dengan dua cara.

Pertama, secara sosiologis. Hal itu menyebabkan pemusik dan pendengar memandang seni shauti secara khas Islam. Kedua, secara teoretis, terutama dengan membentuk karakteristik contoh seni suara aktual seperti yang ditampilkan umat Muslim.

Qiraah adalah jenis handasah al-shaut yang paling awal dan merasuk pada budaya Islam. Di samping itu, qiraah menentukan karakteristik aliran lain seni suara dalam Islam. Pada abad pertengahan, telah muncul beragam jenis nada dan irama, semisal azan, tilawah Alquran, gema haji, atau puisi religius. Begitu pula musik seremonial, musik militer, dan banyak lagi. 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement