REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu fitrah makhluk hidup adalah tidur. Dalam kondisi itu, istirahat terjadi. Dengan tidur, seseorang akan lebih fit dan siap beraktivitas setelah ia bangun.
Bagaimanapun, tidur pada saat yang kurang tepat dapat berakibat "fatal." Misalnya, seseorang tidur hingga melewatkan waktu shalat wajib. Bila sudah demikian, bagaimana hukumnya menurut fiqih?
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang di antara kamu tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat atau lupa melaksanakan shalat, maka hendaklah ia melaksanakannya pada saat ia ingat."
Dalam hadis lainnya--yang diriwayatkan di keenam kitab hadis standar--dinyatakan bahwa, Nabi SAW bersabda, "Siapa yang lupa melaksanakan shalat, maka hendaklah ia melaksanakannya pada saat ia ingat. Tidak ada kaffarat atasnya kecuali melaksanakan shalat itu sendiri."
Tidur seperti halnya mati. Roh manusia ketika itu berada dalam genggaman Allah. Alhasil, seseorang tidak dituntut pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya ketika itu.
Rasulullah SAW bersabda, "Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan, yakni orang yang tidur sampai dia bangun; anak kecil sampai mimpi basah (baligh); dan orang gila sampai ia kembali sadar (berakal)" (HR Abu Daud, Syaikh Al Albani menyebut hadis ini shahih).
Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya pun pernah suatu hari ketiduran sehingga tidak shalat pada waktunya. Namun, begitu terbangun mereka langsung berwudhu dan melaksanakan shalat--walaupun waktu shalat tersebut telah berlalu.
Shalat yang dilaksanakan setelah berlalu waktunya dinamai shalat qadha'. Bagi mereka yang terjaga sebelum waktu shalat habis, maka ia harus segera melaksanakan shalat.
Bila tidak juga melaksanakannya sampai waktunya habis, maka ketika itulah ia dinilai berdosa.
Kalau seseorang sempat terbangun, maka hendaknya ia segera shalat. Jangan terbangun lalu tidur lagi, sehingga terlewat waktu shalat.