REPUBLIKA.CO.ID, Ketika mendengar kata "tulip", yang terlintas kemudian di dalam benak sebagian besar orang mungkin adalah Belanda. Ya, negara itu memang terkenal dengan budi daya bunga tulipnya yang mendunia.
Para wisatawan mancanegara dapat menikmati ladang tulip yang sangat luas di Belanda. Setiap tahun, mereka bisa mengagumi keindahan jutaan bunga yang menyerupai bola lampu tersebut di Taman Keukenhof. Taman seluas 32 hektare yang berada di Kota Lisse itu selalu menjadi tujuan wisata musim semi paling favorit di Negeri Kincir Angin.
Sambil mengendarai sepeda, para wisatawan juga dapat melintasi taman-taman tulip lainnya di Westland dan Aalsmeer—dua kota yang terletak di wilayah barat Belanda. Saking akrabnya masyarakat setempat dengan tumbuhan yang satu ini, sampai-sampai Belanda pun dijuluki dengan "Negeri Bunga Tulip". Tanaman yang satu ini seakan-akan telah menjadi identitas nasional di negara itu.
Akan tetapi, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa sejarah kehadiran bunga tulip di Belanda sebenarnya memiliki kaitan erat dengan Kesultanan Turki Utsmaniyah. Menurut catatan, tanaman tulip diimpor pertama kali dari Turki ke Negeri Kincir Angin pada abad ke-16 oleh seorang duta besar Kekaisaran Romawi untuk Utsmaniyah, Ogier Ghiselin de Busbecq.
Pada masa itu, Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan Kaisar Ferdinand I (1558–1564) memang menjalin hubungan diplomatik dengan Utsmaniyah—yang dipimpin oleh Sultan Sulai man al-Qanuni (1520–1566). Saat berada di Turki, De Busbecq merasa takjub tatkala mendapati bunga-bunga tulip tumbuh bermekaran memenuhi halaman Istana Kesultanan Utsmaniyah di Istanbul.
Dia lantas mengirimkan beberapa sampel tanaman tulip kepada sahabatnya yang juga seorang ahli botani di Leiden, Carolus Clusius. Selanjutnya, Clusius mencoba membudidayakan tanaman tersebut di Kebun Raya Leiden. Usaha tersebut ternyata berhasil. Dalam waktu relatif singkat, bunga tulip mulai tersebar secara meluas di Eropa, khususnya di Belanda.
Pada awalnya, tulip adalah tumbuhan liar yang berasal dari kawasan Asia Tengah. Bunga ini terutama banyak dijumpai di Pegunungan Hindu Kush di Kazakhstan. "Meski demikian, tulip pertama kali dibudidayakan oleh orang-orang Turki Seljuk pada permulaan abad ke-11 di Anatolia," ungkap Ethem Bukey dalam artikelnya, "The Flowery Journey of Tulips From the Ottoman Empire to Europe", yang dipublikasikan laman Mvslim.com.
Pada abad ke-12, motif bunga tulip mulai digunakan dalam berbagai karya seni rupa masyarakat Turki, terutama di Kota Konya—yang ketika itu menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Seljuk Rum di Asia Kecil. "Fakta ini semakin memperkuat bukti bahwa bunga tulip beserta kebudayaan yang terkait dengannya masuk ke daratan Anatolia lewat tangan orang-orang Turki," ujar Bukey.
Pascapenaklukan Konstantinopel oleh Kesultanan Turki Utsmaniyah, Sultan Muhammad II al-Fatih (1451–1481) memerintahkan pembangunan sejumlah taman baru di kota itu. Taman-taman tersebut lantas ditanami dengan bunga tulip. Sultan Muhammad II sendiri dikenal sebagai pemimpin yang punya kecintaan besar terhadap tumbuh-tumbuhan. Semasa hidupnya, ia sering menyalurkan hobinya berkebun di Taman Istana Topkapi, Istanbul.
Pada masa selanjutnya, Sultan Sulaiman al- Qanuni meneruskan kecintaan kakek buyutnya itu terhadap dunia tanaman. Dia bahkan menjadikan kegiatan penanaman dan penggunaan bunga tulip di Istanbul sebagai satu profesi tersendiri. Sejak itu, menanami taman-taman kota dengan tulip telah dianggap sebagai "kewajiban" di seluruh wilayah Kesultanan Turki Utsmaniyah.
Di bawah pemerintahan Sultan Sulaiman al- Qanuni pula, bunga tulip mencapai popularitas tertingginya, bahkan mengalahkan popularitas bunga mawar. Karena itu, tidak mengherankan bila kemudian tulip juga dijadikan sebagai simbol nasional bangsa Turki, sampai hari ini.