REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama kelahiran India ini dijuluki sebagai "sang pembela hadis masa kini." Dialah Prof Dr Muhammad Mustafa Azami (dalam transliterasi Arab disebut: Mushthafa al-A’zhamiy). Ia lahir di Kota Mano, Azamgarh Uttar Pradesh, India, pada 1932.
Di Indonesia, namanya terkenal terutama melalui karya-karyanya yang diterjemahkan oleh KH Ali Mustafa Ya’qub, sang guru besar ilmu hadis pertama di Tanah Air. Sebab, yang bersangkutan juga seorang murid Prof Azami.
Prof Azami memang berjasa besar dalam kajian hadis pada era kontemporer. Sebab, banyak tulisannya yang secara gamblang dan ilmiah membantah berbagai tudingan kaum orientalis mengenai hadis.
Rihlah keilmuan
Usai menamatkan pendidikan menengah, Azami muda mendaftar ke College of Science di Deoband. Kampus itu merupakan perguruan tinggi terbesar di seluruh India. Di sana, ia menekuni studi Islam. Pilihan pada kajian tersebut diduga kuat terinspirasi dari sang ayah.
Ayahnya merupakan sosok yang sangat mencintai ilmu pengetahuan sekaligus antipenjajahan. Waktu itu, India dijajah Inggris sehingga muncul ketidaksukaannya terhadap bahasa Inggris. Azami ketika masih duduk di bangku SMA diperintahkan oleh ayahnya untuk pindah ke sekolah Islam yang menggunakan bahasa Arab. Sejak saat itu, Azami selalu meneruskan pendidikan di institusi-institusi tentang Islam.
Pada 1952, Azami lulus dengan nilai yang baik dari College of Science Deoband. Keinginannya untuk melanjutkan rihlah keilmuan tak terbendung. Azami pun meneruskan studi pendidikan tinggi di Fakultas Bahasa Arab, Jurusan Pedagogi (tadris), Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Kira-kira tiga tahun lamanya ia menempuh studi tersebut.
Akhirnya, pada 1955 ia lulus dengan memperoleh ijazah al-‘Alimiyyah dari kampus tersebut. Ia sempat pulang ke India, kemudian menerima tawaran mengajar sebagai dosen bahasa Arab di Qatar. Para muridnya kebanyakan adalah orang-orang non-Arab yang bekerja di negara kawasan Teluk itu. Reputasinya sebagai pakar bahasa terus dikenal masyarakat.
Pada 1957, ia diminta menjadi sekretaris Perpustakaan Nasional Qatar (Dar al-Kutub). Tujuh tahun kemudian, Azami berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Kali ini, ia diterima di Universitas Cambridge, Inggris. Pada 1966, ia berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul “Studies in Early Hadith Literature with A Critical Edition of Some Early Texts” (Kajian seputar literatur hadis masa awal dengan kritik atas sejumlah naskah kuno).
Karya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kiai Ali Mustafa Ya’qub yakni berupa buku Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya.
Meraih penghargaan
Dengan gelar doctor of philosophy dalam genggaman, Azami pun kembali ke Qatar. Ia sempat meneruskan pekerjaannya di Dar al-Kutub. Beberapa tahun kemudian, ia mengundurkan diri. Selanjutnya, Azami hijrah ke kota kelahiran Nabi Muhammad SAW, Makkah al-Mukarramah.
Di sana, ia menjadi dosen pada Universitas Umm Al Qura. Bersama dengan ilmuwan Mesir, Almarhum Amin, ia menginisiasi pembentukan Fakultas Pascasarjana, Jurusan Syariat dan Studi Islam, di kampus tersebut. Pada 1973, Azami pindah ke ibu kota, Riyadh, untuk mengajar di Departemen Studi Islam, Fakultas Tarbiyah, King Saud University. Menurut Kiai Ali, di kota itulah reputasi ulama kelahiran India tersebut kian melejit.
Puncaknya, Azami menerima Penghargaan Raja Faisal (King Faisal Prize) pada 1400 H/1980 M. Ia menjadi pemenang dalam kategori studi Islam. Beberapa waktu kemudian, ia diangkat menjadi guru besar hadis dan ilmu hadis pada King Saud University.
Taraf keilmuannya tak hanya diakui di Arab, melainkan dunia umumnya. Ia tercatat sebagai dosen tamu pada Universitas Michigan (Amerika Serikat), Princeton University (AS), Universitas Colorado (AS), dan St Cross College Oxford (Inggris).
Tokoh yang wafat pada 20 Desember 2017 ini telah menghasilkan banyak karya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
- Studies in Early Hadith Literature,
- Hadith Methodology and Literature,
- The History of the Qur'anic Text from Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments,
- On Schacht's Origins of Muhammadan Jurisprudence,
- Dirasat fi al-Hadith an-Nabawi,
- Kuttab an-Nabi,
- Manhaj an-Naqd 'ind al-Muhaddithin, dan
- Al-Muhaddithun min al-Yamamah.