REPUBLIKA.CO.ID, Menempel foto di sampul atau di lembar pertama Alquran masih menjadi kasus yang menjadi pertanyaan sebagian umat saat ini. Tidak sedikit Alquran yang ditempelkan foto para donatur atau orang yang sudah wafat.
Ketua Komisi Fatwa Al Azhar Syaikh Athiyyah Shaqr pernah menjelaskan, di antara kemuliaan Alquran adalah tidak boleh disentuh kecuali oleh mereka yang suci. Para ulama mengatakan, segala hal yang dapat menyebabkan pelecehan terhadap Kitabullah atau bagian dari Kitabullah adalah haram. Para ulama juga telah membicarakan bentuk-bentuk pemuliaan Alquran dan mushaf yang memuatnya. Di antara bentuk pemuliaannya adalah tidak meletakkan Alquran di bawah bantal ketika tidur.
Imam Al Bayjuri dalam Hasyiyah al-Bayjuri mengatakan, "Haram meletakkan sesuatu, seperti roti dan garam pada mushaf karena hal tersebut mengandung pelecehan dan penghinaan (terhadapnya)." Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), hal tersebut termasuk dalam kaidah menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan (kemudahan)."
Fatwa MUI No 5 Tahun 2005 menjelaskan kewajiban hukum menjaga kemuliaan Alquran. Berdasarkan fatwa tersebut, meletakkan sesuatu pada mushaf, termasuk menempelkan foto dan sebagainya, haram apabila terdapat unsur pelecehan dan penghinaan terhadap Islam. Alasannya dapat mengakibatkan tabaghudh (permusuhan) dan tafakhum (perselisihan).
Fatwa MUI juga diperkuat oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengenai fenomena banyaknya pencetakan Alquran dan kumpulan surah tertentu dari Alquran yang menyertakan foto seseorang dilengkapi jabatan, visi misi, atau embel embel lain di sampul dalam atau sampul luar Alquran.
Dalam pertimbangannya, DDII menjelaskan tentang dalil dalam QS an-Nisa 171. "Katakanlah: 'Wahai ahli kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kalian) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang lurus."
Adapun ghuluw bermakna berlebih-lebihan, baik dalam menghormati seseorang, menambah dan mengurangi syariat Allah, serta melakukan penyimpangan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam. Karena itu, DDII pun berpendapat bahwa menempelkan gambar atau foto seseorang pada cetakan Alquran dan kumpulan surah tertentu dari Alquran termasuk dalam sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dan melewati batas. Sikap ini dapat menjerumuskan seseorang kepada kemusyrikan dan bid'ah. Wallahu a'lam.