REPUBLIKA.CO.ID, Boleh tidaknya perempuan melantunkan nanyian dan bermusik menjadi perdebatan dan diskusi dari waktu ke waktu.
Di antara pendapat ulama kontemporer yang sempat memicu polemik adalah fatwa Syekh Yusuf al-Qardhawi. Pada 2010, dia pernah memperbolehkan perempuan menyanyi. “Tak ada halangan bagi perempuan menyanyi,” katanya seperti dikutip Al-Arabiya, sebagaimana dikutip dari Harian Republika.
Namun, ia pun menambahkan, hal itu boleh asalkan tak disertai praktik yang dilarang, seperti menari dan sambil minum alkohol.
Presiden International Union of Muslim Scholars ini pun menyampaikan nasihat. Nyanyian yang dibawakan mestinya mengandung nilai-nilai baik bukan sebaliknya. Ia menunjuk contoh bagaimana Abu Nuwas, seorang penyair Arab terkenal, yang syair-syairnya menggambarkan kecintaannya pada anggur dan hasrat seksual.
Bahkan, syair-syair Abu Nuwas, kata Qardhawi, menjadi panduan yang salah bagi perilaku para pemuda setelah dia meninggal. Ahmed Shawqi, penyair terkenal lainnya yang meninggal pada 1932, juga dianggap Qardhawi sebagai contoh yang tidak baik, yang merayakan akhir Ramadhan dengan menyesap alkohol.
Di sisi lain, ia menyebut nama penyanyi perempuan yang bisa menjadi contoh, yaitu seorang penyayi Mesir bernama Faziya Ahmed. “Ia menyanyikan lagu yang dipersembahkan untuk para ibu,” kata Qardhawi. Fatwa Qardhawi ini kemudian segera melahirkan pro dan kontra.
Sikap menentang disampaikan para ulama yang selama ini menganggap bermain musik termasuk menyanyi sebagai perbuatan terlarang. Mereka menegaskan bahwa menyanyi itu dilarang tak hanya bagi perempuan, tapi juga laki-laki. Sebab, musik dan nyanyian akan menuntun pada perbuatan dosa.
Seorang cendekiawan Muslim dari Universitas Al-Azhar, Abd al-Fatah Idris, mengatakan secara umum perempuan menyanyi itu dilarang. Namun, ia mengakui pada masa Rasulullah Muhammad SAW, seorang perempuan bernama Zainab biasanya menyanyi untuk perempuan lainnya saat acara pernikahan.
Qardhawi pun menuai dukungan atas fatwanya itu. Terutama menyanyi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan agama, seperti mempromosikan nilai-nilai Islam dan Sunah Rasulullah. Perempuan diwanti-wanti agar saat menyanyi tetap memperhatikan aturan Islam dan tak menimbulkan hasrat.
Ibrahim Salah al-Din al-Houdhud dari Universitas Al-Azhar menyatakan sependapat dengan fatwa yang disampaikan Qardhawi. Walaupun demikian, menurut dia, ada sejumlah persyaratan. Pertama, lirik lagu yang dinyanyikan tak melanggar nilai-nilai agama. Kedua, tak disertai dengan tarian serta alkohol. Pun tak ada rekaman.
Persyaratan ketiga, jelas Houdhud, perempuan diperbolehkan menyanyi di sebuah tempat yang tak bercampur antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dan laki-laki bisa bercampur dalam konteks pendidikan. Adil Abd al-Shakour, profesor Syariah dan Bahasa Arab, mengungkapkan persoalan ini memang banyak mengundang debat.
Sejumlah kalangan, jelas dia, menyatakan bahwa suara perempuan tak boleh didengar dan merupakan aurat. Akan tetapi, ada bukti bahwa para perempuan bisa bercakap-cakap dengan Rasullah saat membahas berbagai isu. Termasuk isu yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Perbedaan pendapat mengenai hal ini melahirkan dorongan agar para ulama di Arab Saudi membahas kembali persoalan tersebut.