Ahad 29 Mar 2020 16:36 WIB

Suci dengan Thaharah

Thaharah badan tidak mungkin bisa terwujud jika masih ada najis kemusyrikan.

Red: A.Syalaby
Jamaah haji Indonesia mengambil air wudhu di Masjid Bir Ali, Madinah, Rabu (24/7). Masjid Bir Ali atau Masjid Dzulhulaifah ini menjadi tempat miqat atau niat ihram bagi jamaah haji yang berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk berhaji atau umrah.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Jamaah haji Indonesia mengambil air wudhu di Masjid Bir Ali, Madinah, Rabu (24/7). Masjid Bir Ali atau Masjid Dzulhulaifah ini menjadi tempat miqat atau niat ihram bagi jamaah haji yang berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk berhaji atau umrah.

REPUBLIKA.CO.ID, Thaharah bermakna pembersihan dari segala kotoran yang tampak maupun tidak. Secara terminologis, thaharah berarti tindakan menghilangkan hadas dengan air atau debu yang bisa menyucikan.

Makna lainnya adalah upaya melenyapkan najis dari kotoran. Makna lengkapnya, thaharah berarti menghilangkan segala sesuatu di tubuh yang menjadi penghalang bagi pelaksanaan shalat dan ibadah. 

Di dalam Ensiklopedi Shalat, Dr Sa’ad bin Ali bin Wahf al Qahthani menjelaskan, thaharah memiliki dua jenis fungsi. Pertama, thaharah secara spiritual yakni membersihkan diri dari kemusyrikan dan kemaksiatan. Thaharah ini bisa dilakukan dengan cara bertauhid dan beramal shalih.

Thaharah spiritual dinilai lebih penting ketimbang thaharah fisik. Thaharah badan bahkan tidak mungkin bisa terwujud jika masih ada najis kemusyrikan. “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis. “ (QS at-Taubah: 28). Hadis Nabi SAW pun  mengatakan, “Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.” 

Karena itu, setiap mukalaf (Muslim yang sudah terkena kewajiban mematuhi perintah agama dan menjauhi larangan-Nya) berkewajiban untuk menyucikan hatinya dari najis kemusyrikan dan keraguan. Itu dapat diwujudkan lewat keikhlasan, tauhid, dan keyakinan. Mereka juga harus membersihkan diri dari kotoran seperti maksiat, dengki, iri, kecurangan, suap menyuap, sombong, ujub, riya hingga sum’ah. 

Pembersihan ini bisa dilakukan dengan taubat yang sebenar-benarnya dari segala macam dosa dan kemaksiatan. Thaharah ini merupakan sebagaimana  iman.

Thaharah lainnya adalah thaharah fisik atau lahir.  Thaharah fisik artinya bersuci dari berbagai hadas dan najis. Nabi SAW bersabda, “bersuci itu sebagian dari iman.”  Thaharah kedua ini dilakukan dengan cara yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala. Caranya ada tiga yakni wudhu, mandi dan tayamum ketika tidak ada air. Najis dari pakain, badan dan tempat shalat juga harus dihilangkan. 

Thaharah fisik dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan air. Setiap air yang turun dari langit atau keluar dari perut bumi adalah dalam posisi dasar penciptaannya. Dapat menyucikan, menyucikan dari hadas dan kotoran, meski telah mengalami perubahan rasa atau warna atau baunya oleh sesuatu yang bersih. “Sesungguhnya air itu dapat menyucikan yang tidak bisa dibuat najis oleh sesuatu.” 

Diantara jenis-jenis air tersebut adalah air hujan, air dari sumber mata air, air sumur, air sungai, air lembah, air salju yang mencair dan air laut. Untuk yang terakhir, Rasulullah SAW pun bersabda, “Laut itu airnya bisa menyucikan dan bangkainya pun halal.” 

Jika air itu berubah warna, rarsa atau baunya yang disebabkan oleh suatu najis, air itu menjadi najis yang harus dihindari menurut ijma ulama. 

Kedua, Thaharah dengan debu yang suci. Thaharah ini merupakan thaharah pengganti dari air. Jika seorang tidak memungkinkan bersuci dengan menggunakan air pada bagian-bagian yang harus disucikan dengan alasan ketiadaaan air, takut bahaya yang diakibatkan oleh air (akibat demam atau sakit) maka dapat digantikan oleh debu yang suci. 

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement