Jumat 27 Mar 2020 14:11 WIB

Jangan Contoh Khawarij yang Melampaui Batas

Mereka muncul usai wafatnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab Ra.

Red: A.Syalaby
Khawarij (ilustrasi)
Foto: lostislamichistory.com
Khawarij (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,Sejarah Islam  mencatat kaum Khawarij sebagai orang-orang yang berlebihan itu. Mereka masuk dalam satu golongan tubuh umat Islam. Mereka tidak sekadar pandai membaca Alquran dan memahaminya. Hanya, pengetahuan mereka tentang Alquran tidak membuat mereka mengamalkannya. 

Secara kuantitas, ritual ibadah mereka luar biasa. Mereka rajin shalat dan berpuasa. Nabi SAW bahkan menyebut ibadah yang dilakukan para sahabat tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka. 

Hanya, mereka gemar mengecap sesama Muslim sebagai kafir ketika tidak sepeham dengan mereka. Mereka berpendapat jika pencuri adalah kafir. Begitu juga bagi mereka yang berbohong dan berzina. Mereka bahkan tidak segan-segan menghalalkan darah kaum Muslimin yang tidak sepemahaman dengan mereka. 

Mereka muncul usai wafatnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab Ra. Kaum Khawarij bahkan memecah belah umat menjadi dua golongan yakni mereka sendiri dan kelompok salaf — mereka yang mengikuti sunah Nabi. Kaum ini selanjutnya berandil besar dalam peristiwa pembunuhan Usman bin Affan. Mereka pernah dikalahkan telak pada masa pemerintahan AlI Ra. Meski demikian, kemunculan mereka diramalkan akan berlangsung hingga akhir jaman. 

“Akan muncul sekelompok manusia dari arah timur yang membaca Alquran tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali generasi mereka putus, muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama Dajjal. “ (HR Thabrani dan Ahmad). 

Ghuluw

Alqur’an dan sunnah menggunakan kata ghuluw untuk menggambarkan ‘melampaui batas’ dalam beragama. Prof Quraish Shihab menyebut, ghuluw dalam berbagai bentuknya  mengandung makna ketinggian yang tidak biasa. Harga sesuatu barang yang lebih mahal dari yang biasa dilukiskan dengan kata ghally. Air yang mendidih saat panas dilukiskan dengan kata yaghaly-ghalayan meski belum mencapai batas akhir. 

‘Wahai ahli kitab, janganlah melakukan ghuluw (melampuai batas) menyangkut keberagamaan kamu. Jangan berucap/percaya menyangkut Allah kecuali yang hak.” (QS An-Nisa:59). Quraish Shihab beranalogi jika ghaly dikatakan sebagai mahal, tidak berarti harga itu telah mencapai puncak batas kemahalan. Maksud mahal disini sebatas pada harga sesuatu yang melampaui batas normal sehingga dibilang mahal. 

Di dalam hadis, kata yang sama pun kerap digunakan. Sahabat Nabi Ibnu Abbas menyampaikan, Nabi SAW di atas untanya ketika melaksanakan haji. Pada hari pelemparan jumrah, Rasulullah meminta batu-batu untuk digunakan melontar. Ibnu Abbas Ra pun mengambil sekian batu kecil dengan ukuran yang biasa untuk melontar.

Saat batu-batu itu di dalam genggaman Nabi SAW, beliau bersabda,“Yang seperti inilah (besarnya) yang hendaknya kalian gunakan melontar.” Kemudian, beliau bersabda, “Wahai seluruh manusia, hindarilah ghuluw (pelampauan batas) dalam keberagamaan. Karena yang membinasakan (umat) sebelum kamu adalah ghuluw (pelampauan batas) dalam keberagamaan.” (HR Ibnu Majah). 

Di dalam kadar yang lebih besar, berlebihan bisa dikatakan sebagai ekstrem. Sebuah kata yang diserap dari bahasa Inggris bermakna paling ujung, paling tinggi, paling keras dan sebagainya. Bahasa Inggris mendefinisikannya sebagai The Greatest Degree. 

Ghuluw memang berbeda dengan ekstremisme. Quraish Shihab bertamsil, orang di barat masih membenarkan apa yang dilakukan tidak menimbulkan kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena itu, makna ekstremitas sebagai sesuatu yang telah melewati ujung. Diantara mereka ada yang membolehkan pelecehan simbol-simbol agama bahkan para nabi dan tokoh-tokoh yang dihormati masyarakat. Andaikata tidak membolehkan, mereka tidak mengecam pelakunya dengan dalih kebebasan berbicara. 

 

 

 

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement